Teknik Memainkan Lakon dalam Dasar Pemeranan Seni Teater


Teknik Memainkan Lakon dalam Dasar Pemeranan Seni Teater

Teknik Memainkan Lakon

Seni teater adalah seni yang dalam pementasannya menggunakan media pemeran untuk mengkomunikasikan ide-ide dan gagasan penulis lakon. Pemeran adalah orang yang memainkan peran yaitu gambaran-gambaran karakter tokoh. Seorang pemeran yang baik akan menggambarkan karakter itu sedetail mungkin agar tampak hidup. Untuk mencapai gambaran itu seorang pemeran harus berusaha menggali dan meneliti peran yang akan dimainkan. Dengan bantuan pikiran, perasaan, dan jasmaninya yang terlatih, seorang pemeran akan berhasil menggambarkan bahkan menghayati peran tersebut.

Karakter adalah gambaran tokoh peran yang diciptakan oleh penulis lakon melalui keseluruhan ciri-ciri jiwa dan raga seorang peran. Karakter-karakter ini akan diwujudkan oleh pemeran serta disajikan dalam suatu pementasan teater dalam wujud tokoh-tokoh. Proses penciptaan karakter ini menuntut seorang pemeran mempunyai daya cipta yang tinggi serta mencoba semaksimal mungkin menjadi karakter tersebut. Maksudnya, pemeran harus sanggup menjiwai peran yang dimainkan sehingga seperti benar-benar wujud dari karakter tersebut.
 
Pemeran adalah orang yang diberi kepercayaan oleh penulis lakon atau sutradara untuk mewujudkan imajinasinya. Pemeran yang baik akan berusaha mewujudkan hasil imajinasi tersebut menjadi hidup. Dengan bisa mewujudkan karakter-karakter yang ditulis oleh penulis lakon tersebut maka penonton akan lebih mudah terpengaruh dan menikmati pementasan tersebut. Seorang pemeran tidak bisa berpura-pura menjadi karakter tersebut, tetapi harus menghayatinya. Artinya pemeran harus bisa membuat pikiran, perasaan, watak dan jasmaninya untuk berubah sementara menjadi pikiran, perasaan, watak dan jasmani karakter. Untuk dapat menghayati karakter tersebut, diperlukan suatu langkah kerja mulai dari observasi, interpretasi kemudian memerankan karakter tersebut.

1)    Observasi

Seorang pemeran seharusnya menjadi seorang observator atau pengamat yang baik. Observasi berarti menangkap atau merekam hal-hal yang terjadi dalam kehidupan. Tentang masyarakat, tempat, objek dan segala situasi yang menambah kedalaman tingkat kepekaan seorang pemeran. Ketika mengamati objek orang, pemeran seharusnya membuat catatan-catatan baik secara tertulis maupun dalam ingatan. Hal ini bisa menjadi dasar karakter yang akan ditemukannya dimasa datang. Proses ini dapat membantu untuk menciptakan sebuah karakter yang lengkap dalam sebuah struktur permainan.

Kekuatan pengamatan (observasi) adalah gabungan antara empati dan perhatian intelektual. Artinya seorang pemeran harus mengembangkan sesitifitas pada indera: melihat, menyentuh, mencium, mendengar, dan merasakan. Mengenal dan mengingat suatu perasan dalam aktifitas keseharian adalah sangat penting. Untuk mengamati secara benar seseorang harus dapat merasakan dan mengkategorikan inderanya. Jadi, indera (senses), perasaan (feelings), dan pengamatan (observation) bergabung menjadi suatu mata rantai sebagai alat pembentuk sebuah karakter. Seorang pemeran harus menggunakan kekuatan observasi untuk tujuan-tujuan sebagai berikut.

a.    Untuk mempelajari karakter manusia. Hal ini berhubungan dengan karakter yang akan dimainkan. Dalam berjalan, gesture, berbicara dan duduk yang nantinya dapat ditiru saat berada di atas panggung.
 
b.    Untuk mempelajari suasana, bagaimana suasana yang digambarkan oleh penulis lakon dapat diwujudkan oleh pemeran lewat tingkah laku, ucapan, maupun hubungan secara keseluruhan.
c.    Untuk menggabungkan beberapa kualitas yang dapat dipelajari saat mengamati.
d.    Untuk memperkaya perbendaharaan gambar yang bersifat fisik atau realitas.
e.    Untuk mencari detail-detail objek secara spesifik dan diaplikasikan pada peran.

2)    Interpretasi

Interpretasi karakter adalah usaha seorang pemeran untuk menilai karakter peran yang akan dimainkan. Hasil penilaian ini didapat sesuai tingkat kemampuan, pengalaman dan hasil analisis karakter pada lakon. Fungsi interpretasi adalah untuk menjadikan karakter peran menjadi bagian dari diri pemeran. Jadi, pemeran bisa memahami sebuah peranan dan bersimpati dengan tokoh yang hendak digambarkan. Kemudian pemeran berusaha menempatkan dirinya dalam diri karakter tokoh peran. Akhirnya laku pemeran menjadi laku karakter peran.

Setelah menganalisis karakter dan mendapatkan informasi lengkap, maka pemeran perlu melakukan tafsir atau interpretasi. Interpretasi ini berdasarkan data hasil analisa karakter, observasi, dan pangalaman pemeran untuk memberi sentuhan dan atau penyesuaian terhadap peran yang akan dimainkan. Proses ini bisa disebut sebagai proses asimilasi (perpaduan) antara gambaran peran yang diciptakan oleh pemeran dan gambaran peran yang diinginkan oleh penulis lakon. Seorang pemeran sebetulnya boleh tidak melakukan interpretasi terhadap karakter, artinya, ia hanya sekedar melakukan apa yang dikehendaki oleh karakter apa adanya sesuai dengan hasil analisis. Akan tetapi, sangat mungkin seorang pemeran memiliki gagasan tertentu yang akan ditampilkan dalam pementasan setelah menganalisa sebuah karakter.
Hasil dari interpretasi terhadap karakter ini juga harus dipadukan dengan interpretasi sutradara, karena sutradara  adalah perangkai atau  yang merajut semua unsur pementasan. Proses interpretasi biasanya menyangkut unsur gambaran fisik dan kejiwaan.

-    Gambaran Fisik, interpretasi terhadap gambaran fisik sangat perlu, karena merupakan sesuatu yang pertama dilihat oleh penonton. Fisik peran sangat dipengaruhi oleh sosio budaya dan letak geografis. Penulis lakon ketika menciptakan karakter terkadang mendapatkan bahan dari sekelilingnya. Penulis lakon terkadang memberi gambaran fisik peran secara samar dan tidak mendetail. Tugas seorang pemeran adalah mengadaptasi fisik peran tersebut menjadi menjadi fisik pemeran sehingga bisa dimainkan.
-    Kejiwaan seseorang sangat dipengaruhi oleh strata sosial, tingkat pendidikan, budaya, pengalaman hidup, dan pengendalian emosi. Kejiwaan ini menpengaruhi semua aspek tingkah laku bahkan cara berkomunikasi. Interpretasi kejiwaan peran dilakukan karena berhubungan dengan manusia yang hidup dan memiliki jiwa. Tugas seorang pemeran adalah menjadikan jiwa peran menjadi jiwanya sendiri. Proses ini perlu adanya penyesuaian- penyesuaian atau bila perlu jiwa peran tersebut diinterpretasikan secara lain karena proses adaptasi. Misalnya, kejiwaan Raja Lear diinterpretasikan bukan sebagai orang yang pemarah atau tingkat kemarahan itu, tetapi disesuaikan dengan kemarahan orang yang berpengaruh pada budaya asal pemeran. Hal ini bisa dan diperbolehkan asal sesuai dengan konsep garap yang dibuat oleh sutradara dalam keseluruhan pementasan.

 

 

Sumber    

: Buku Teater Untuk SMK Jilid 2, Bab IV Penulis; Eko Santosa, Dkk.

: Modul PKP Berbasis Zonasi, Pemeranan Penulis; Heru Subagiyo

 

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar