Teknik Peran dalam Dasar Pemeranan Seni Teater


Teknik Peran dalam Dasar Pemeranan Seni Teater


Teknik dasar pemeran adalah teknik mendayagunakan peralatan ekspresi pemeran. Fungsi teknik dasar adalah untuk meningkatkan keluwesan dan ketahanan tubuh, serta keterampilan gerak, dan reaksi. Latihan teknik dasar pemeranan ini merupakan landasan kuat untuk bangunan penciptaan peran. Latihan harus dilakukan terus menerus, diresapi, dan dikuasai sampai menjadi hal yang bukan teknis. Suatu saat, kalau diperlukan kemampuan teknik muncul secara spontan, seakanakan merupakan gambaran peran dan bukan hasil paksaan pemeran. Seorang pemeran bekerja di teater dengan dasar ekspresi diri untuk menghidupkan karakter peran. Dalam usaha untuk menghidupkan ekspresi itu, maka pemeran berusaha menciptakan sistem reaksi yang beragam yang dapat memenuhi tuntutan teknis pementasan. Latihan-latihan yang dilakukan bisa berupa latihan non-teknis dan latihan yang bersifat teknis. Latihan non-teknis adalah latihan penguasaan tubuh dan jiwa pemeran itu sendiri seperti relaksasi, konsentrasi, kepekaan, kreativitas yang terpusat pada pikirannya. Sedangkan latihan yang bersifat teknis adalah latihan yang terfokus pada latihan penguasaan peran yang akan dimainkan.

Teknik pemeranan atau teknik bermain (acting) merupakan unsur yang penting dalam seni berperan. Seorang pemeran dalam berkarya dituntut untuk menggunakan peralatan-peralatan pemeranannya yang akan membantunya menciptakan watak-watak yang dapat dipercaya dan diterima atau dimengerti oleh penonton. Ia harus menciptakan respon-respon emosional yang pas bagi publiknya.

Teknik pemeranan adalah bagaimana pemeran menyatukan, mendayagunakan secara proporsional segala peralatan pemeranannya. Dengan modal keterampilan dan bakatnya, pemeran bisa menampilkan gagasan-gagasan yang menjadi perwujudan watak-watak yang nyata dengan efek-efek yang diperhitungkan bagi penonton. Peralatan seorang pemeran dalam berkarya adalah;
a)    Penampilan fisik
b)    Penampilan emosi dan intelegensi
c)    Penampilan kata-kata atau dialog yang diucapkan sesuai dengan naskah
d)    Penampilan laku fisik (physical Action)
e)    Ruang (space) tempat bermain
Fungsi dari teknik pemeranan ini adalah untuk meningkatkan keluwesan dan ketahanan tubuh, serta keterampilan gerak, dan reaksi. Latihan teknik pemeranan ini merupakan landasan kuat untuk bangunan penciptaan peran. Latihan harus dilakukan terus menerus, diresapi, dan dikuasai sampai menjadi hal yang bukan teknis. Suatu saat, kalau diperlukan kemampuan teknik muncul secara spontan, seakan-akan merupakan gambaran peran dan bukan hasil paksaan pemeran.

Latihan teknik pemeranan ini penting dilakukan oleh pemeran, karena dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pemeran, harus terampil menggunakan segala aspek yang diperlukan saat memainkan karakter. Semakin terampil memainkan karakter, maka penonton semakin mengerti dan mau menerima permainan itu. Latihan teknik ini harus dipelajari dan dikuasai, tetapi ketika teknik- teknik ini sudah terkuasai maka harus lebur menjadi milik pribadi pemeran.
Latihan teknik bermain yang digunakan disini adalah latihan teknik yang bersifat umum yang diajarkan oleh W.S. Rendra. Latihan-latihan ini terdiri dari teknik muncul, teknik memberi isi, teknik pengembangan, teknik, teknik timming, teknik penonjolan, teknik pengulangan, teknik improvisasi dan teknik laku dramatik.

a)    Teknik Muncul (the technique of entrance)

Dalam bukunya yang berjudul Tentang Bermain Drama (1988:12), Rendra menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan teknik muncul (the tchnique of entrance) adalah suatu teknik seorang pemeran dalam memainkan peran untuk pertama kali memasuki sebuah pentas lakon. Pemunculan pemeran ini bisa di awal pementasan, pada suatu babak lakon, pada adegan lakon. Lebih lanjut Rendra (1988:12) menjelaskan bahwa teknik muncul ini penting artinya karena dilakukan dalam rangka memberikan kesan pertama penonton terhadap peran atau watak yang dimainkan.
Suyatna Anirun sependapat dengan apa yang dikatakan Rendra, tentang kesan dalam teknik muncul. Yang penting dalam teknik muncul adalah “bagaimana kita membawakan kemunculan dalam peran yang kita bawakan”, teknik pemunculan haruslah sedemikian rupa sehingga dapat memberikan gambaran watak dari si peran tersebut, jadi kesan pertama yang meyakinkan haruslah kita tampilkan dalam kemunculan itu (1978:28).

Maka dari dua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa teknik muncul menjadi hal yang penting dalam memberikan kesan pertama kemunculan seorang pemeran. Banyak para pemeran yang muncul tanpa kesan dan dilakukan dengan ceroboh, hal ini mengakibatkan kekecewaan penonton atau mengesankan kedudukannya didalam adegan kabur dan bahkan merusak suasana permainan padahal pemeran harus menggambarkan suasana yang semestinya.
Secara ringkas Suyatna (1978: 29) menjelaskan, bahwa pemunculan seorang pemeran di panggung haruslah mampu memberikan hal-hal sebagai berikut :
-    Memaparkan perwatakan (karakter ) yang dimainkan.
-    Menunjukan mood atau kondisi emosionil yang dimiliki peran
-    Memaparkan hubungannya dengan jalan cerita
-    Memberikan atau mencerminkan kerja sama yang baik di antara sesama pemeran.
-    Memberikan    suasana    baru    atau    perubahan    suasana    atau perkembangan emosi dalam suatu adegan dari sebuah cerita.

b)    Teknik Memberi Isi (the technique of phrasing)

Teknik memberi isi (the technique of phrasing), menurut Rendra (1988: 18) adalah cara untuk menonjolkan emosi dan pikiran di balik kalimat-kalimat yang diucapkan dan dibalik perbuatan-perbuatan yang dilakukan didalam sandiwara. Lebih lanjut Rendra menjelaskan bahwa teknik memberi isi sama dengan teknik memberi hidup pada kalimat-kalimat dan perbuatan- perbuatan di dalam sandiwara (1988:18-19). Sebuah naskah mempunyai dialog yang indah akan menjadi datar dan tidak hidup bila pemerannya tak dapat memberikan isi pada kalimat-kalimat tersebut (Suyatna 1978:32). Suyatna menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan teknik memberi isi adalah salah satu cara untuk menyampaikan isi perasaan dan pikiran dari sebuah kalimat.

Maka dari dua pemahaman tentang teknik memberi isi tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan teknik memberi isi adalah teknik menyampaikan isi perasaan dan pikiran dengan cara menonjolkan emosi dan pikiran yang diucapkan dari sebuah kalimat di dalam sebuah sandiwara atau pertunjukan teater.

Teknik memberi isi (the technique of phrasing) berkaitan dengan pengucapan dialog pemeran dalam naskah yang dimainkan. Dengan beda pengucapan, penekanan dan lagu tertentu, sebuah kalimat atau dialog akan memiliki berbagai makna. Rendra dalam buku Persiapan Seorang Pemeran mencontohkan, sebuah kalimat yang sederhana. “Bajumu bagus” dengan berbagai cara pengucapan akan memiliki berbagai macam arti, bisa berupa hanya sekedar sopan santun saja apabila diucapkan dengan cara biasa saja, atau bahkan bisa bermakna seorang penjilat yang memuji- muji secara berlebihan apabila diberikan penekanan dan lagu yang khusus, Karena itu untuk dapat memberikan arti terhadap kalimat-kalimat yang harus diucapkan, kalimat tersebut harus lebih dahulu diuraikan dan dianalisa baik-baik. Oleh karena itulah kemudian Rendra mengatakan bahwa teknik memberi isi (the technique of phrasing) mempunyai kedudukan yang penting didalam teknik bermain (Rendra, 1988 : 17).
Seperti halnya Suyatna (1978 : 32-33), Rendra juga membagi tiga macam cara memberikan teknik penekanan pada isi kalimat yaitu pertama dengan tekanan dinamik, kedua dengan tekanan nada, dan yang ketiga dengan tekanan tempo (1988 : 19-20).

c)    Teknik Pengembangan

Teknik pengembangan tidak jauh berbeda dengan teknik memberi isi. Perbedaan yang paling esensi adalah dalam teknik memberi isi, pemeran menekankan pada pengisian perasaan dan pikiran dari kalimat, sedangkan dalam teknik pengembangan, pemeran menekankan pada perkembangan suasana cerita serta suasana perasaan dan pikiran dari peran yang ada dalam sebuah cerita.
Apabila teknik pengembangan dalam sebuah pementasan teater disusun dengan baik, hal ini bisa mengurangi tingkat kejemuan penonton, meskipun durasi pertunjukan tersebut berlangsung selama dua jam atau lebih. Hal ini disebabkan karena penonton begitu asyik mengikuti perkembangan jalan cerita dari satu adegan ke adegan yang lain, perkembangan aksi, perkembangan jalan pikiran tokoh-tokoh yang ada di dalam sandiwara tersebut, bahkan pengembangan suasana perasaan penonton itu sendiri. Teknik pengembangan dapat dicapai dengan pengucapan dan pergerakan jasmani (badan).

d)    Teknik Pengulangan

Teknik pengulangan adalah teknik pemeranan dengan cara mengulangan- ulang latihan yang sedang dilakukan, hal ini dilakukan terus menerus berulang-ulang sampai pemeran menemukan suatu teknik yang pas yang akan digunakan dalam pementasan.
Proses pengulangan ini merupakan tahapan yang penting karena terjadi sebuah proses yang menuntut ketekunan dan kesabaran dalam berlatih dari pemeran. Proses ini dapat pula disebut rangkaian penciptaan yang konstruktif atau proses mencari-cari. Hal yang tak kalah penting adalah bagiamana pemeran bisa mengalahkan rasa bosan dalam proses pengulangan tersebut. Akan tetapi meskipun begitu proses pengulangan ini harus tetap dilakukan.

e)    Teknik Penonjolan (technique of pointing)

Sebelum sebuah naskah dipentaskan dalam sebuah pertunjukkan, terjadi proses penafsiran oleh sutradara berkaitan dengan tema dan pesan dari naskah yang ditulis oleh seorang penulis. Setelah sutradara melakukan penafsiran, tentunya ia akan melakukan berbagai macam cara untuk mewujudkan penafsiran tersebut, termasuk memberikan penekanan- penekanan pada bagian-bagian tertentu sehingga apa yang ingin disampaikan di dalam pertunjukan nantinya akan bisa diterima oleh penonton.
Selain sutradara, seorang pemeran juga melakukan penafsiran terhadap peran atau tokoh yang ia mainkan, akan tetapi penafsiran tersebut haruslah relefan dengan penafsiran sutradara. Dalam hal ini seorang pemeran tentunya juga melakukan penekanan-penekanan dan juga penonjolan- penonjolan terhadap berbagai hal sehingga ia bisa menuangkan tentang penafsiran tersebut, meskipun dalam hal ini peran sutradara tetap dibutuhkan untuk membingkai pertunjukan.

Teknik memilih bagian-bagian yang perlu mendapat perhatian dan ditonjolkan inilah yang dinamakan dengan teknik penonjolan, terutama adalah perihal yang berkaitan dengan kata-kata dan penggunaan gerak ekspresi. Rendra (1979 : 44) mengatakan bahwa teknik menonjolkan adalah pelaksanaan dari pemilihan terhadap isi-isi yang dianggap paling penting.

Berkaitan dengan teknik penonjolan Suyatna Anirun mengatakan (1978 :50) bahwa yang dimaksud dengan teknik menonjolkan (technique of pointing) adalah cara memberikan penekanan khusus bagi suatu jalan pikiran atau emosi dalam akting. Termasuk unit terkecil dalam tata laku tetapi perannya penting dalam pemantapan interprestasi peran. Lebih lanjut Suyatna menjelaskan bahwa, hal ini dapat disamakan dengan unsur “highlight and shadow” dalam lukisan yang artinya memberi efek kebulatan dan kepekatan.
 
Dari beberapa pemahaman tentang teknik penonjolan di atas maka yang dimaksud dengan teknik penonjolan adalah suatu teknik yang digunakan pemeran dengan cara memberi penekanan khusus pada suatu jalan pikiran atau emosi dalam akting yang telah dipilih dan dianggap paling penting, sehingga bisa menuangkan atau menyampaikan isi-isi atau pesan yang dianggap penting dalam sebuah pertunjukan.
Teknik penonjolan berfungsi untuk menyampaikan pesan moral atau visi- misi penulis lakon. Teknik Penonjolan juga berfungsi untuk memperjelas plot. Seorang pemeran dapat melakukan teknik penonjolan dengan pengucapan dan jasmaninya (badan atau tubuh). Oleh karena itu pemeran mempunyai tanggung jawab penting untuk menjaga kondisi suara dan jasmaninya, karena hal itulah yang menjadi senjata pemeran untuk menyampiakan pesan dengan penonjolan-penonjolan dalam sebuah pertunjukan.
Teknik penonjolan biasanya mengaplikasikan teknik pengucapan seperti teknik tekanan dinamik, tekanan nada, tekanan tempo dan teknik jasmani. Teknik penonjolan dengan pengucapan (suara) maupun dengan jasmani sudah dibahas pada materi teknik memberi isi. Rendra (1979 :44) menjelaskan bahwa Teknik memberi isi memang erat kaitannya dengan teknik menonjolkan. Pada hakekatnya apa yang ditonjolkan merupakan isi. Bedanya tidak semua isi harus ditonjolkan.

Lebih lanjut Rendra menjelaskan (1979 :44-45) teknik jasmani dirasa lebih manjur (pas atau tepat) dari pada teknik pengucapan apabila diaplikasikan dalam teknik penonjolan, meskipun keduanya sama-sama dinamis. Ini bukan berarti lantas kemudian teknik pengucapan tidak boleh dilakukan. Teknik jasmani lebih memiliki dinamika visual, seperti perubahan- perubahan gerak yang menyangkut perubahan tempat atau perubahan tingkat (level). Tetapi perlu diingat, dengan begitu, bukan berarti pemeran bebas membuat gerakan-gerakan. Gerakan yang terlalu banyak dibuat oleh pemeran justru akan membingungkan. Gerakan yang dibuat harus pas, tepat dan hemat. Sebab satu gerakan yang tidak berarti, sama dengan seribu kata kosong. Satu gerak palsu sama dengan seribu gerak palsu. Gerakan yang dibuat akan berarti kalau merupakan sebuah pengembangan dan dilakukan dengan tempo yang cukup untuk meresapkannya.

f)    Teknik Timming

Jika kita mendengar kata timming dalam pertunjukan, hal yang paling mudah diingat adalah pertunjukan komedi. Sering kali kita mendengar istilah timmingnya tidak pas jadi tidak lucu. Sebetulnya apa yang dimaksud dengan timming dalam teknik bermain. Suyatna Anirun (1979:46) mengataan bahwa yang disebut teknik timming dalam teknik bermain adalah ketepatan waktu, yaitu hubungan antara gerakan jasmani yang berlangsung sesaat dengan kata atau kalimat yang diucapkan. Sedangkan menurut Rendra yang dimaksud dengan timming di dalam teknik bermain adalah ketepatan hubungan antara gerakan jasmani yang berlangsung sekejab dua kejab dengan kata atau kalimat yang diucapkan (1979 : 34).
Dari kedua pengertian tentang teknik timming yang disampaikan Suyatna dan Rendra, maka dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan teknik timming dalam teknik bermain adalah teknik ketepatan waktu antara gerakan jasmani (tubuh) dan kata (dialog) yang diucapkan pemeran.

g)    Teknik Improvisasi

Teknik improvisasi adalah teknik dasar permainan tanpa ada persiapan atau bersifat spontan seketika itu juga. Teknik improvisasi ini sangat baik untuk melatih daya cipta pemeran dan mengasah kepekaan seorang pemeran untuk mengatasi suatu masalah yang timbul pada saat pementasan. Terkadang meskipun sebuah pementasan sudah dilatih dan dipersiapkan sedemian rupa, ternyata sering kali tiba-tiba terjadi kendala (kecelakaan), baik yang diakibatkan oleh sang pemeran sendiri, ataupun hal yang berkaitan dengan hal yang sifatnya teknis dalam pertunjukan. Oleh karena itulah dibutuhkan kepekaan seorang pemeran untuk bersikap spontan untuk menyiasati kecelakaan dalam pertunjukan tersebut dengan teknik improvisasi.

Hal yang terpenting dalam teknik improvisasi adalah jangan melakukan teknik improvisasi sembarangan, karena akan merusak sebuah pertunjukan yang sudah ditata sedemikian rupa. Teknik improvisasi hanya dilakukan ketika terjadi sebuah kendala (kecelakaan) dalam pertunjukan. Sebetulnya teknik improvisasi boleh dilakukan kapanpun, asalkan format pertunjukan memang mengedepankan teknik improvisasi. Biasanya pementasan teater tradisional masih banyak yang menggunakan teknik improvisasi. Contohnya Ketoprak, Ludruk, Longser, Lenong dan lain sebagainya.

Pada pertunjukan ketoprak, setelah sutradara membagi peran kepada para pemeran, kemudian memberikan sinopsis yang sering disebut Wos guna panduan para pemeran ketika melakukan teknik improvisasi. Dalam melakukan teknik improvisasi pemeran tidak mempunyai naskah, ia juga tidak mempunyai kawan yang mengarahkan setiap detail akting yang harus dia lakukan. Ia benar-benar sendiri. Bahkan tanpa persiapan apapun. Rendra mengatakan dalam improvisasi kita tidak hanya bermain, tetapi juga mengarang, tapi bukan mengarang kata, tetapi mengarang dengan akting atau berlakon (1993 : 73).

h)    Teknik Laku Dramatik

Harymawan di dalam bukunya yang berjudul Dramaturgi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan laku dramatik adalah perbuatan yang bersifat ekspresif dari emosi. Hal ini merupakan instrumen dalam teater, seperti halnya warna dalam lukisan, bentuk dalam sebuah patung, nada dalam musik (1993: 34). Lebih lanjut Harymawan menjelaskan bahwa pemeran harus bisa mewujudkan apa yang ingin diutarakan oleh pengarang dengan kata-katanya di dalam laku dramatisnya.

Ukuran keberhasilan atau pencapaian tertinggi pemeran dari sebuah perbuatan yang bersifat ekspresif dari emosi adalah bagaimana tokoh bisa mencapai titik klimaks permainan (emosi). Maka yang dimaksud dengan teknik laku dramatik adalah sebuah teknik atau perbuatan yang bersifat ekspresif dari emosi pemeran yang bertujuan untuk mencapai titik klimaks permainan (puncak emosi).

Dalam memerankan tokoh seorang pemeran harus mengingat takaran yang dituntut untuk dicapai. Seorang pemeran harus mempunyai kepekaan dalam menangkap takaran ini dan mematuhinya sehingga pemeran dapat mencapai titik klimaks dalam pemeranannya. Sering kali seorang pemeran tidak bisa mencapai titik klimaks (puncak) dalam pemeranannya. Apalagi jika ia sudah mulai dengan tingkat perkembangan yang terlalu tinggi dan tak terkendali. Hal itu bisa disebabkan karena pemeran tidak bisa mengontrol atau mengelola emosinya (laku dramatik) hingga menuju puncak (klimaks) atau bahkan bisa juga diakibatkan karena memang takaran emosi pemeran tidak sampai. Maka perlu dilakukan sebuah cara supaya pemeran dapat mengatur laku dramatik sehingga bisa mencapai klimaks (puncak) pada saatnya.




Sumber    

: Buku Teater Untuk SMK Jilid 2, Bab IV Penulis; Eko Santosa, Dkk.

: Modul PKP Berbasis Zonasi, Pemeranan Penulis; Heru Subagiyo

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar