Gambar Kerangka Lingkaran Kebudayaan Menurut Koentjaraningrat


 

Unsur-unsur kebudayaan adalah salah satu cara untuk memahami budaya atau kebudayaan. Karena dengan mengetahui unsur-unsurnya, paling tidak kita akan mendapatkan gambaran tentang kebudayaan secara lebih baik. Unsur-unsur kebudayaan meliputi semua kebudayaan mana pun di dunia, baik yang kecil, bersahaja dan terisolasi maupun yang besar, kompleks dan dengan jaringan hubungan yang luas. Menurut Koentjaraningrat dalam S. Belen (1991) kebudayaan di dunia mempunyai tujuh unsur yang universal, yaitu: 

(1) Bahasa; 

(2) Sistem teknologi; 

(3) Sistem mata pencaharian; 

(4) Organisasi sosial; 

(5) Sistem pengetahuan; 

(6) Religi; dan 

(7) Kesenian. 

Koentjaraningrat (1985) dalam Soelaeman (2005:23) melontarkan gagasan tentang kerangka kebudayaan sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini:





Kerangka kebudayaan seperti yang digambarkan di atas merupakan dimensi analisis dari konsep kebudayaan yang dikombinasikan menjadi suatu bagan lingkaran. Bagan lingkaran menunjukan bahwa kebudayaan itu sifatnya dinamis. Bagan kerangka kebudayaan yang digambarkan menjadi tiga lingkaran konsentris (lihat gambar). Sistem budaya digambarkan dalam lingkaran yang paling dalam dan merupakan inti. Lingkaran kedua di sekitar ini menggambarkan sistem sosial sementara kebudayaan fisik dilambangkan dengan lingkaran yang paling luar.

Unsur-unsur kebudayaan universal yang tujuh macam itu dilambangkan dengan membagi lingkaran tadi menjadi tujuh sektor yang masing-masing melambangkan salah satu dari ketujuh unsur tersebut. Oleh karena itu, gambar kerangka kebudayaan menjelaskan bahwa tiap unsur kebudayaan yang universal itu dapat mempunyai tiga wujud kebudayaan yang mencakup sistem budaya, sistem sosial dan kebudayaan fisik. 

Tiga wujud kebudayaan yang terdiri atas sistem budaya, sistem sosial dan kebudayaan fisik merupakan bagian dari kerangka kebudayaan. Sistem-sistem tersebut hanyalah sebagian dari sistem-sistem yang termasuk dalam perspektif yang menyeluruh. Sistem budaya dan sistem sosial merupakan sistem-sistem yang secara analisis dapat dibedakan satu sama lain. Sistem budaya lebih banyak dikaji dalam disiplin pengetahuan budaya sedangkan sistem sosial lebih banyak dibahas dalam kajian sosiologi.

Sistem budaya merupakan wujud yang abstrak dari kebudayaan. Sistem budaya atau cultural system ini merupakan ide-ide, gagasan-gagasan atau pikiran-pikiran manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat. Gagasan tersebut tidak dalam keadaan lepas satu dari yang lainnya tetapi selalu berkaitan dan menjadi suatu sistem.  Dengan demikian sistem budaya adalah bagian dari kebudayaan yang diartikan pula adat-istiadat. Adat-istiadat mencakup sistem nilai budaya, sistem norma, norma-norma menurut pranata yang ada di dalam masyarakat yang bersangkutan, termasuk norma agama

Konsep sistem sosial adalah alat untuk membantu menjelaskan tentang kelompok- kelompok manusia. Model ini berlandaskan pada pandangan bahwa kelompok- kelompok manusia merupakan suatu sistem. Tiap-tiap sistem sosial terdiri atas pola-pola perilaku tertentu yang mempunyai struktur dalam dua arti, yaitu: pertama sebagai interaksi-interaksi sendiri antara orang-orang yang bersifat agak mantap dan tidak cepat berubah dan kedua sebagai perilakuperilaku yang mempunyai corak atau bentuk yang relatif mantap (Soelaeman, 2005).

Reaksi seseorang terhadap situasi di mana ia berada ditentukan oleh sejumlah faktor yaitu nilai-nilai yang ia pegang sebagai hasil dari banyak pengaruh yang ia peroleh sebelumnya. Seseorang lahir di dalam masyarakat dengan seperangkat nilai-nilai. Nilai yang paling penting dalam hidup seseorang tentu diperoleh dari lingkungan keluarga. Nilai seseorang juga sangat dipengaruhi oleh nilai kelompoknya seperti kelompok bermain, teman-teman sekolah, kelompok remaja, lembaga keagamaan dll. Seseorang itu mempercayai bahwa nilai-nilai keluarga atau kelompoknya harus diterima apabila ia mau diterima sebagai anggota keluarga atau anggota kelompoknya. Dorongan-dorongan dari dalam diri seseorang itulah yang mendorong terbentuknya nilai-nilai pada orang tersebut. 

Faktor-faktor seperti inilah yang membentuk nilai-nilai pada  seseorang tanpa pertimbangan rasional lagi. Akan tetapi kadang-kadang seseorang dalam situasi yang berbeda memilih nilai dengan beberapa pertimbangan. Pengalaman sebelumnya mempengaruhi untuk menganalis situasi dalam rasional lingkungan dan sampai pada respon tentang situasi tersebut tidak berdasarkan atas tradisi, kebiasaan atau emosi tetapi berdasarkan atas berfikir tentang itu. Umumnya proses ini dinamakan reevaluasi nilai nilainya.



Sumber. Modul Pendidikan Profesi Guru (PPG). Modul 4. Ilmu Pengetahuan Sosial
Penulis. Drs. Ruswandi Hermawan, M.Ed.

Modul Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB). Modul F. Kajian IPS SD Kelas Tinggi
Penulis. Dr. Ari Pudjiastuti, Falidan Ahmad, M.Pd., Istiqomah, M.Pd


Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar