Transaksi Jual Beli Yang Dilarang dalam Islam
1) Iḥtikār (Menimbun)
Iḥtikār
adalah menimbun makanan pokok yang dibeli ketika waktu mahal untuk
dijual kembali dengan harga yang lebih mahal setelah masyarakat sangat membutuhkan. Iḥtikār hukumnya haram. Berdasarkan sabda Rasulullah Saw.:
لا يحتكر الا خاطئ
“Tidak menimbun kecuali orang yang durhaka (berdosa)”.
من احتكر على المسلمين طعامهم ضربه الله بالجذام والإفلاس” رواه ابن ماجة وإسناده حسن
“Barang
siapa yang menimbun makanan orang-orang Islam, maka Allah Swt. akan
membuatnya (berpenyakit) kusta dan bangkrut”. (HR. Ibn Majah)
Iḥtikār (penimbunan) haram jika memenuhi lima hal:
a)
Makanan yang ditimbun adalah makanan pokok, baik makanan pokok manusia
atau makanan pokok hewan. Mengecualikan selain makanan pokok, maka
tidak dinamakan iḥtikār. Menurut mażhab Maliki, penimbunan juga haram
pada setiap perkara yang menjadi kebutuhan manusia dalam keadaan
darurat.
b) Makanan pokok yang ditimbun didapatkan dengan cara
membeli. Jika tidak didapatkan dengan cara membeli seperti hasil panen
maka tidak haram.
c) Pembelian dilakukan ketika harga makanan pokok mahal. Maka tidak haram jika pembelian dilakukan ketika harga murah.
d)
Setelah ditimbun, dijual kembali dengan harga yang lebih mahal. Jika
penimbunan atas dasar untuk dikonsumsi pribadi atau keluarga sendiri,
atau untuk dijual lagi namun tidak dengan harga yang lebih mahal maka
tidak haram.
e) Penjualan setelah penimbunan dilakukan ketika keadaan masyarakat sangat membutuhkan. Jika tidak demikian maka tidak haram.
2) Najsy
Najsy adalah menawar barang dengan cara meninggikan harga bukan karena ingin membeli tapi untuk menipu orang lain.
3) Saum ‘Alā As-Saum
Yaitu menawar atas tawaran orang lain. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Saw:
لاَ يَسُمِ الْمُسْلِمُ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ
“Seorang laki-laki tidak boleh menawar atas tawaran saudaranya”. (HR. Muslim)
Saum „alā as-saum bisa terjadi dari pihak pembeli atau pihak penjual.
a) Pihak Pembeli
Menawar
barang dengan harga yang lebih tinggi atas barang yang telah disepakati
harganya antara penjual dan pembeli pertama. Seperti perkataan
seseorang (pembeli kedua) kepada penjual “ambillah kembali barangmu,
karena aku akan membeli darimu dengan harga yang lebih tinggi”.
b) Pihak Penjual
Menawarkan
barang dengan harga yang lebih murah dari pada harga yang telah
disepakati oleh pembeli dan penjual pertama. Seperti perkataan seseorang
(penjual kedua) kepada pembeli “kembalikan barang yang sudah kamu beli,
karena aku akan menjual kepadamu barang yang lebih bagus dengan harga
yang sama atau barang yang sama dengan harga yang lebih rendah”.
4) Mengandung Unsur Membantu Kemaksiatan
Setiap
transaksi jual beli yang mengandung unsur membantu terwujudnya
kemaksiatan adalah haram. Seperti menjual anggur kepada orang yang
diyakini akan menjadikannya sesuatu yang memabukkan, menjual ayam yang
diyakini akan diadu, dan menjual sutera kepada laki-laki yang diyakini
akan dipakai sendiri.
5) Memisahkan Antara Ibu dan Anak
Termasuk
transaksi jual beli yang dilarang adalah memisahkan antara budak
perempuan dan anaknya yang belum tamyīz (anak kecil yang belum bisa
mandi, makan dan minum sendiri) dengan cara dijual atau diberikan kepada
orang lain. Menurut Imam Al-Gazali, hal ini juga berlaku kepada selain
budak perempuan, yakni perempuan merdeka. Keharaman ini bersifat mutlak,
dalam arti walaupun si ibu rela atau sekalipun gila. Hal ini
berdasarkan sabda
Rasulullah Saw:
“Barang siapa yang
memisahkan antara seorang ibu dengan anaknya, maka Allah Swt. akan
memisahkan antara dia dengan orang-orang yang dicintainya pada hari
kiamat”. (HR. Turmużi)
Adapun memisahkan hewan (induk) dengan anaknya boleh jika anak hewan sudah tidak butuh pada air susu induknya, jika masih butuh maka haram untuk memisahkan kecuali dalam rangka untuk disembelih.
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar