Budaya dan Hiburan Masyarakat Dompu Lao Ngaha Caru


 

Budaya dan Hiburan Masyarakat Dompu Lao Ngaha Caru
Ngaha caru 


Di bawah ini diterangkan bentuk-bentuk ngaha caru yang dimaksud dengan berbagai variasinya, yaitu:

a. Ngaha Caru di Musim Buah

Ngaha caru pada musim buah, maka tersebutlah di sini tempat tempat buah tumbuh secara alami, maka di sanalah orang pergi beramai ramai. Ada yang langsung pulang jika tempatnya dekat dan ada yang menginap jika tempatnya jauh.

Dicatatlah di sini beberapa tempat yang ditumbuhi buah-buahan secara alami, yaitu:

- Hodo dan sekitarnya.

- Dinggotabe dan sekitarnya.

- Doro Ncanga dan sekitarnya.

- Ndano Duwe Doro Nae Lamumbu.

- Saneo, Karamabura, dan sekitarnya.

- Sera Nae dan Sera Lua (Soriutu).

- Di Woko dan sekitarnya.

Buah-buahan yang tumbuh secara alami di situ adalah duwe, jambu, loka, bidara, dan lain-lain serta sangatlah banyaknya.

b. Ngaha Caru Musim Panen

Ngaha caru, lao ngepe uta, lao karingu diwu, Cara oi duwa, begitulah sebutannya yaitu di tepi pantai, di palung-palung sungai (diwu), atau di pantai disebut nanga (muara) atau cara oi (mengalihkan air sungai).

Di tempat-tempat ini banyaklah ikannya dari berbagai jenis, seperti:

+ Diwu (palung sungai) terdapat ikan: kada, kahunggu, karondo, kapanto, karisa, lindu, duna, simbu, kamboo, sanggilo, ka'iha, ruma londe, mbura, mara iri, umpu, dan lain-lain.

+ Nanga (muara) pantai, juga terdapat ikan seperti diterangkan di atas ditambah lagi dengan berbagai jenis keong dan siput laut di tepi pantai, seperti: loge, kasilo, tontompihi, kongo, keu, kasi’i, kapa'a, hapiwadu, kamoko, kahangga, kaca'a, dan lain-lain.

Sedangkan untuk orang Kilo dan Hu'u ada pula jenis ikan yang spesifik dan tidak ada di tempat lain, yaitu:

- Di Kilo namanya ifu.

- Di Hu'u namanya mbenggo.

Adalah sejenis binatang yang konon terjadi di udara dan turun bersama air hujan di musim-musim tertentu, di wura nciwi dan wura mpuru. Jenis binatang tersebut apabila jatuh di laut atau sungai akan menjadi ikan, sedangkan apabila jatuh di darat akan menjadi ulat.

Ikan ini sangatlah enak cita rasanya, menurut mereka bila disimpan berlama-lama dikemaslah dia dengan rempah-rempah dan bumbu bumbu tradisional, dan bila dimakan dalam bentuk segar, dimasak atau dibungkus bersama santan kelapa lalu dipanggang bukan main enaknya. Ngaha caru semacam ini dilatarbelakangi oleh:

+ Kebiasaan pada musim selesai panen akan masuklah musim kemarau, ikan di sungai dan muara sungai sangatlah banyaknya

+ Kebiasaan pada musim selesai panen adalah untuk melepaskan lelah setelah penat dan capai bekerja di sawah dan ladang yang disertai panen yang berhasil.

Pepatah mengatakan, di mana ada air di situ ada ikan adalah kenyataan yang tidak perlu dibantah, bukan saja di laut atau di sungai, tetapi sampai di rawa-rawa dan kubangan pun terdapat ikan di dalamnya. 

Di sisi lain manusia selalu tidak mau puas dalam kehidupan ini, kalau mencari ikan di laut atau di sungai, tiada sabar kalau mengambilnya sedikit demi sedikit, dengan cara-cara menggunakan alat tradisional (nggawi, ndaha, puka, katotu, bodo, nggufa, tee sai, tee jari, jala, bando). Rasa mana tahannya selalu mendorongnya untuk mencari upaya lain, seperti:

+ Kalau mencari ikan di laut supaya memperoleh hasil yang banyak dan memuaskan hati, maka dipakailah bahan peledak.

+ Kalau mencari ikan di sungai atau di rawa, supaya memperoleh hasil yang banyak dan memuaskan hati, maka dipakailah bahan beracun.

Ngaha caru era modern

Seiring berjalannya waktu bagi masyarakat Dompu ngaha caru tidak hanya pergi ramai ramai pada musim buah, pada tempat buah tumbuh secara alami, ataupun ngaha caru pada saat musim panen.

Di era modern ngaha caru lebih condong pergi rekreasi ke tempat yg indah secara bersama sama dengan membawa makanan yang enak ( ngaha caru) biasa diadakan pada saat liburan atau moment tertentu misalnya liburan semester dan pembagian raport, setelah hari raya dll


Israil M. Saleh,2020, Sekitar Kerajaan Dompu, buku litera, Yogyakarta h.  . . . . .318

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar