Anak dengan Hambatan Motorik
1. Pengertian Hambatan Anak dengan Hambatan Motorik
Hambatan Motorik merupakan istilah lain dari tunadaksa. Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna yang berarti rugi/kurang dan daksa yang berarti tubuh ”. Tunadaksa adalah anak yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna. Mereka merupakan salah satu kelompok terkecil dari anak berkebutuhan khusus ( relatif kecil dibandingkan dengan kelompok tunanetra, tunarungu, atau tunagrahita).
Suatu gangguan yang berkaitan dengan tulang, otot, persendian, dan s istem syaraf yang disebabkan adanya kerusakan otak atau bagian tubuh lainnya. Kondisi ini akan berakibat kelainan fungsi tubuh untuk melakukan gerakan yang berkaitan dengan tulang, otot, sendi, syaraf, atau gabungannya. Dapat pula mengalami gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi.
Dengan demikian Anak Dengan Hambatan Motorik mengalami hambatan atau kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari - hari yang berkaitan dengan gerak seperti makan, minum, bermain, berpakain , dan lainnya. Kondisi ini dapat disebabkan karena penyakit, kecelakaan, atau dapat juga karena faktor bawaan dari lahir.
Anak Dengan Hambatan Motorik adalah anak yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, sedangkan istilah cacat fisik dan cacat tubuh dimaksudkan untuk menyebut meraka yang memiliki cacat pada anggota tubuhnya, bukan cacat pada inderanya. Istilah cacat ortopedi diterjemahkan dari bahasa Inggris “ortopedically handicapped”, ortopedic memiliki arti berhubungan dengan otot, tulang, dan persendian. Dengan demikian cacat ortopedi kelainannya terletak pada aspek otot, tulang, dan persendian. Kelainannya mungkin merupakan bentuk primer artinya langsung berhubungan dengan aspek -aspek tersebut, tetapi dapat pula bersifat sekunder yaitu merupakan akibat adanya kelainan yang terletak pada pusat pengantar sistem otot, tulang, dan persendian.
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Anak Dengan Hambatan Motorik dapat didefinisikan sebagai bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem otot, tulang dan persendian yang bersifat primer atau sekunder yang dapat mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilitasi, dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi.
Anak Dengan Hambatan Motorik merupakan bentuk kelainan atau gangguan pada sistem otot, tulang dan persendian yang dapat mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi. Terlihat pada kelainan bentuk tulang, otot, sendi maupun saraf- sarafnya. Selain tunadaksa, hambatan motorik dikena l juga dengan iistilah lain, seperti : cacat tubuh, tuna tubuh, tuna raga, cacat anggota badan, cacat orthopedic, crippled, dan orthopedically handicapped. Seorang anak dikatakan mengalami hambatan motorik jika kondisi fisik atau kesehatan mengganggu kemampuan anak untuk berperan aktif dalam kegiatan sehari -hari, baik di sekolah maupun rumah. Sebagai contoh, anak yang memakai anggota tubuh tiruan/protese (misal lengan tiruan) tetapi ia dapat mengikuti kegiatan sekolah, seperti olah raga, menulis dan aktivitas lain, maka anak tersebut tidak termasuk Anak Dengan Hambatan Motorik.
Anak Dengan Hambatan Motorik sering juga diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat kegiatan individu akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot, sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidika n dan untuk mandiri (Sutjihati Somantri, 2006) sedangkan menurut Direktorat PSLB (2007), Anak Dengan Hambatan Motorik adalah anak yang mengalami kelainan cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, sendi, dan otot), sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Karena hambatan fisik maka Anak Dengan Hambatan Motorik mengalami kendala utama dalam hal mobilitas dan penyelesaian tugas-tugas yang harus menggunakan anggota tubuh. andaipun mereka dapat mengerjakan tetapi tidak secepat anak-anak yang normal (reguler).
Jenis hambatan motorik sangat beragam dan kelainannya juga merentang dari yang ringan sampai yang berat. Mereka ada yang memiliki kelainan jelas, sangat jelas, dan tidak begitu kelihatan. Keragaman ini disebabkan oleh faktor penyebab kelainan itu sendiri, yaitu: sistem cerebral (otak dengan segala fungsinya) dan sistem musculus skeletal (jaringan otot, rangka dan persendian). Secara intelektual kondisi anak sama dengan anak yang normal, dari intelektual yang rendah sampai ke intelektual yang tinggi. Ada yang mengalami kelainan fisik, motorik, dan intelektual dan ada yang hanya mengalami kelainan fisik dan motorik saja.
Keadaan Anak Dengan Hambatan Motorik demikian kompleks. Mengi ngat hal tersebut, maka agar mereka mampu melakukan aktivitas sehari -hari, mampu beraktivitas dengan lingkungan, dan mampu mandiri untuk menghidupi dirinya sendiri secara optimal, perlu mendapatkan layanan pendidikan dan layanan pendukung (misal: berbagai terapi yang dibutuhkan) secara khusus.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Anak Dengan Hambatan Motorik adalah sebagai bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem otot, tulang dan persendian yang bersifat primer atau sekunder yang dapa t mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilitasi, dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus.
Agar Anda lebih memahami tentang siapa Anak Dengan Hambatan Motorik yang memiliki keanekaragaman maka diperlukan konsep pengenalan Klasiffikasi Anak Dengan Hambatan Motorik.
2. Faktor Penyebab Anak Dengan Hambatan Motorik
Jenis gangguan fisik dan motorik sangat beragam dan kelainannya juga merentang dari yang ringan sampai yang berat. Mereka ada ya ng memiliki kelainan jelas, sangat jelas, dan tidak begitu kelihatan. Keragaman ini disebabkan oleh faktor penyebab kelainan itu sendiri, yaitu: sistem cerebral (otak dengan segala fungsinya) dan sistem musculus skeletal (jaringan otot, rangka dan persendian). Secara intelektual kondisi anak sama dengan anak yang normal, dari intelektual yang rendah sampai ke intelektual yang tinggi. Ada yang mengalami kelainan fisik, motorik, dan intelektual dan ada yang hanya mengalami kelainan fisik dan motorik saja.
Ada beberapa macam penyebab yang dapat menimbulkan kerusakan sehingga Anak Dengan Hambatan Motorik atau tunadaksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak di jaringan otak, jaringan sumsum tulang belakang, pada sistem musculus skeletal. Adanya keragaman jenis tu nadaksa dan masing-masing kerusakan timbulnya berbeda-beda. Dilihat dari saat terjadinya kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir. Adapun penjelasannya sebagai berikut :
1). Sebelum kelahiran (fase prenatal)
Pada fase ini, kerusakan terjadi pada saat bayi masih dalam kandungan. Kerusakan disebabkan oleh oleh
a). Adanya infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga menyerang otak bayi yang sedang dikandungannya. Misal infeksi sypilis, rubella, dan typus abdominalis.
b). Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran darah bayi terganggung, tali pusat tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf -syaraf di dalam otak .
c ) . Bayi dalam kandungan terkena radiasi. Radiasi langsung mempengaruhi sistem syaraf pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
d). Rh bayi tidak sama dengan ibunya. Resus ibu dan bayi yang dikandungnya harus sama agar proses metabolisme berfungsi normal. Ketidaksamaan resus mengakibatkan adanya penolakan sehingga menyebabkan kelainan dalam sistem metabolisme antara ibu dan bayi yang dikandungnya.
e). Ibu mengalami trauma (kecelakaan) yang dapat mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya ibu jatuh dan perutnya membentur yang cukup keras dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi maka dapat merusak sistem syaraf pusat.
2). Pada saat kelahiran (fase natal, perinatal)
Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi dilahirkan , antara lain
a). Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggul ibu kecill sehingga bayi mengalami kekurangan zat asam (oksigen). Kekurangan oksigen menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi, akibatnya jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan.
b). Rusaknya jaringan otak bayi akibat kelahiran yang dipaksa dengan menggunakan tang (forcep).Tekanan yang cukup kuat pada kepala bayi dapat mengakibatkan rusaknya jaringan syaraf otak. Rusaknya jaringan syaraf menyebabkan otak tidak dapat berfungsi sebagai mestinya.
c). Pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena operasi dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi sehingga otak mengalami ke la in an struktur ataupun fungsinya.
d). Bayi yang lahir sebelum waktunya (prematur). Bayi lahir sebelum waktunya secara organis tubuhnya belumlah matang (mature), sehingga fisiologisnya mengalami kelainan. Disamping itu kondisi tersebut dapat mengakibatkan kerentanan dalam diri bayi sehingga mudah terkena infeksi atau penyakit yang dapat merusak sistem persyarafan pusat bayi.
3). Setelah proses kelahiran (fase postnatal)
Fase setelah kelahiran (postnatal) adalah masa mulai bayi dilahirkan sampai anak berusia 05;00 tahun. Usia lima tahun dipergunakan sebagai patokan akhir , karena pada usia tersebut perkembangan otak dianggap telah selesai. Hal -hal yang dapat mengakibatkan kerusakan otak setelah bayi dilahirkan :
a). Kecelakaan yang dapat secara langsung merusak otak bayi, misalkan pukulan atau benturan kepala yang cukup keras.
b). Infeksi penyakit yang menyerang otak. Misalnya meningitis, encephalitis, dan influenza. Influenza yang akut dapat menjalar ke otak melalui saluran yang terdapat di telinga. Virus influenza menjalar dan merusak jaringan syaraf otak, akibatnya struktur dan fisiologi mengalami kelainan.
c). Penyakit typoid atau diphteri yang memungkinkan dan dapat mengakibatkan kekurangan oksigen (anoxia).
d). Keracunan carbon monoxida.
e). Tercekik, dapat menyebabkan terganggunya sistem peredaran darah ke otak sehingga sel-sel syaraf otak mengalami kerusakan.
f). Tumor otak. Otak yang terkena tumor secara organis maupun fisiologis terganggu. Kerusakan pada pyramidal ataupun extrapyramidal mengakibatkan Cerebral Palsy.
Jenis dan ragam hambatan motorik sangat bervariasi, be gitu pula kebutuhan akan pelayanan yang ditimbulkan dari hambatan fisik yang dimiliki peserta didik tidak dapat serta merta digeneralisasi. Agar Anda mengetahui bagaimana memberikan pelayanan yang tepat pada Anak Dengan Hambatan Motorik maka dibutuhkan identifikasi dan asesmen. Bagaimana cara melakukannya? Marilah kita pelajari materi “Identifikasi dan Asesmen Anak Dengan Hambatan Motorik”
3. Karakteristik Anak Dengan Hambatan Motorik
1). Karakteristik akademik
Pada umumnya tingkat kecerdasan Anak Dengan Hambatan Motorik yang mengalami kelainan pada sistem otot dan rangka adalah normal sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan anak normal, sedangkan Anak Dengan Hambatan Motorik yang mengalami kelainan pada sistem cerebral,tingkat kecerdasannya berentang mulai dari tingkat idiocy sampai dengan giftted. Hardman mengemukakan bahwa 45% anak cerebral palsy mengalami keterbelakangan mental (tunadaksa), 35% mempunyai tingkat kecerdasan normal dan di atas normal. Sisanya berkecerdasan sedikit di bawah rata -rata. Selanjutnya, P.Seibel mengemukakan bahwa tidak di temukan hubungan secara langsung antara tingkat kelainan fisik dengan kecerdasan anak. Artinya, anak Cerebal Palsy yang kelainannya berat, tidak berarti kecerdasannya rendah, tergantung sumber atau letak kerusakannya.
Selain tingkat kecerdasannya yang bervariasai anak Cerebral Palsy juga mengalami kelaianan persepsi, kognisi, dan simbolisasi. Kelaianan persepsi terjadi karena saraf penghubung dan jaringan saraf ke otak mengalami kerusakan sehingga proses persepsi yang di mulai dari stimulus merangsang alat maka di teruskan ke otak oleh saraf sensoris, ke mudian ke otak (yang bert u ga s menerima dan menafsirkan, serta menganalisis) mengalami gangguan.
Kemampuan kognisi terbatas karena adanya kerusakan otak sehi ngga mengganggu fungsi kecerdasan, penglihatan, pendengaran, bicara, perabaan , dan bahasa, serta akhirnya anak tersebut tidak dapat mengadakan interaksi dengan lingkungannya yang terjadi terus menerus melalui persepsi dengan menggunakan media sensori (indera):ganggungan pada simbolisasi di sebabkan oleh adanya kesulitan dalam menerjemahkan apa yang di dengar dan di lihat. Kelainan yang kompleks ini akan mempengaruhi prestasi akademiknya.
2). Karakteristik sosial/emosional
Karakteristik sosial/emosional Anak Dengan Hambatan Motorik bermula dari konsep diri anak yang merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan menjadi beban orang lain yang mengakibatkan mereka malas belajar, bermain dan perilaku salah satu lainnya. Kehadiran anak cacat yang tidak di terima oleh orang tua dan di singkirkan dari masyarakat akan merusak perkembangan pribadi anak. Kegiatan jasmani yang tidak dapat di lakukan oleh tuna daksa dapat mengakibatkan timbulanya problem emosi, seperti mudah tersinggung, mudah marah, rendah diri, kurang dapat bergaul, pemalu, menyendiri, dan frustasi. Problem emosi seperti itu, banyak di temukan pada Anak Dengan Hambatan Motorik dengan gangguan sistem cerebrall. Oleh sebab itu, tidak jarang dari mereka tidak memilik rasa percaya diri dan tidak dapat menyesu aikan diri dengan lingkungan sosial.
3). Karakteristik fisik / kesehatan
Karakteristik fisik/kesehatan Anak Dengan Hambatan Motorik biasanya selain mengalami cacat tubuh adalah kecenderungan mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara , dan lain-lain. Kelainan tambahan itu banyak ditemukan pada Anak Dengan Hambatan Motorik sistem cerebral.
Gangguan bicara di sebabkan oleh kelainan motorik alat bicara (kaku atau lumpuh), seperti lidah, bibir, dan rahang, sehingga membantu mengganggu pembentukan artikulasi yang benar. Akibatnya, bicaranya tidak dapat di pahami orang lain dan di ucapkan dengan susah payah. Mereka juga mengalami aphasia sensoris, artinya ketidakmampuan bicara karena organ reseptor anak terganggu fungsinya, dan apashia motorik, yaitu mampu menangkap informasi dari lingkungan sekitarnya melalui indera pendengaran, tetapi tidak dapat mengemukakannya lagi secara lisan. Anak Cerebral Palsy mengalami kerusakan pada pyramidal tract dan extrapyramidal yang berfungsi mengatur sistem motorik. Tidak heran mereka mengalami kekakuan, gangguan keseimbangan, gerakan tidak dapat di kendalikan, dan susah berpindah tempat.
Dilihat dari aktifitas motorik, intensitas gangguannya di kelompokkan atas hiperaktif yang menunjukan tidak mau diam, gelisah; hipoaktif yang menunjukan sikap pendiam, gerakan lamban, dan kurang merespon rangsangan yang di berikan; dan tidak ada koordinasi, seperti waktu berjalan kaku, sulit melakukan kegiatan yang membutuhkan integrasi gerak yang lebih halus, seperti menulis, menggambar, dan menari.
Untuk mengetahui apakah faktor penyebab Anak Dengan Hambatan Motorik, Mari kita pelajari uraian materi tentang “Faktor Penyebab Anak Dengan Hambatan Motorik.”
4. Klasifikasi Anak Dengan Hambatan Motorik
Hambatan Motorik merupakan salah satu kelompok terkecil dari kelompo k An a k Berkebutuhan Khusus, dan jenis kelainannya beraneka garam. Dikatakan kecil karena presentasinya diperkirakan 0,06% dari populasi anak usia sekolah. Dengan jenis kelainan yang bermacam-macam, perlu ada sistem yang memudahkan untuk mengklasifikasikan Anak dengan Hambatan Motorik.
Jenis Hambatan Motorik sangat beragam dan kelainannya juga merentang dari yang ringan sampai yang berat. Mereka ada yang memiliki kelainan jelas, sangat jelas, dan tidak begitu kelihatan. Klasifikasi Anak Dengan Hambatan Motorik dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian besar, yaitu
1) kelainan pada sistem serebral (Cerebral System),
2) kelainan pada sistem otot dan rangka ( Musculus Skeletal System).
1). Kelainan pada Sistem Serebral ( Cerebral System Disorders)
Kerusakan pada sistem syaraf pusat mengakibatkan bentuk kelainan yang krusal, karena otak dan sumsum tulang belakang merupakan pusat komputer dari aktivitas hidup manusia. Di dalamnya terdapat pusat kesadaran, pusat ide , pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris, dan lain sebagainya. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah Cerebral Palsy.
a). Pengertian Cerebral Palsy
Cerebral Palsy menurut asal katanya terdiri atas dua kata cerebral, cerebrum yang berarti otak, dan palsy yang berarti kekakuan. Menurut arti kata, Cerebral Palsy berarti “kekakuan” yang disebabkan oleh sebab -sebab yang terletak di dalam otak. Cerebral Palsy merupakan suatu cacat yang disebabkan oleh adanya gangguan yang terdapat di dalam otak, dan cactnya bersifat kekakuan pada anggota geraknya. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian, anak Cerebral Palsy sering pula dijumpai mengalami kelayuhan, gangguan gerak, gangguan koordinasi, getaran-getaran ritmis, dan gangguan sensoris.
Istilah Cerebral Palsy dimaksudkan untuk menerangkan adanya kelainan gerak , sikap ataupun bentuk tubuh, gangguan koordinasi, dan kadang -kadang disertai gangguan psikologis dan sensoris, yang disebabkan oleh adanya kerusakan atau kecacatan pada masa perkembangan otak.
Menurut arti katanya Cerebral Palsy berasal dari perkataan cerebral dan palsy . Cerebral yang berarti otak dan palsy berarti kekakuan. Jadi menurut asal katanya cerebralpalsy berarti kekakuan yang disebabkan karena sebab -sebab yang terjadi di dalam otak (Soeharso, 1997, Yulianto 2006, Tri Budi Santosa, 2006). Cerebral Palsy merupakan keadaan yang komplek, tidak hanya terjadi gangguan gerak, tetapi juga terjadi gangguan pada pendengaran, penglihatan serta kecerdasan dan bicara. Oleh karena itu, anak dengan Celebral Palsy dianggap sebagai kelainan yang kompleks.
Penggunaan istilah Celebral Palsy sebenarnya sudah tidak sesuai lagi untuk menjelaskan berbagai keadaan yang dialami oleh penyandangnya, baik dari sebab-sebab kelainannya maupun gejala -gejala yang ditimbulkannya. Dari penyebabnya, ia mengalami kerusakan tidak hanya terletak diotak besar , tetapi juga diotak kecil (bukan hanya di cerebrum, tetapi juga di cerebellum) seperti yang terdapat pada anak jenis ataksia, demikian juga gejala yang ditimbulkanya, tidak hanya dalam bentuk kekakuan-kekakuan organ gerak saja, melainkan juga dapat dalam bentuk kelumpuhan atau kelayuhan.
Dari sisi istilah, yang dimaksud cerebral palsy adalah mereka yang mengalami kelainan fungsi dan bentuk anggota gerak tubuh yang disebabkan oleh kerusakan otak. Tidak semua bagian di otak mengalami kerusakan, tetapi hanya bagian otak yang mengontrol gerakan. Kerusakan nya bersifat menetap dan tidak dapat diperbaiki. Penyandang cacat jenis Cerebral Palsy termasuk kelompok kelainan yang tidak ganas (nonprogressive) akibat malfungsi pusat motor dan saluran-saluran otak yang ditandai adanya gangguan distribusi postural tonus, baik yang berupa tonus kurang (di bawah normal), tonus berlebihan ( diatas normal) dan tonus postural mengalami fluktuasi. Akibat ketidak normalan tonus postural tersebut, penderitanya akan mengalami gangguan gerak sehingga aktivitas terbatas serta timbul kecacatan sekunder yang pada akhirnya akan menghambat tumbuh kembang anak secara keseluruhan (Yulianto , 2006).
Cerebral Palsy (CP) dikenal sejak tahun 1957 oleh Dr. Wintrop Phelp. Ia mengatakan bahwa CP merupakan suatu kelainan pada gerak tubuh yang ada hubungannya dengan kerusakan otak yang menetap. Akibatnya otak tidak dapat berkembang, tetapi bukan suatu penyakit yang progresif. Dari segi patologis kelainan terjadi tergantung dari berat ringannya gangguan atau kerusakan yang terjadi pada otak. Kelainan tersebut sangat komplek, dapat setempat atau menyeluruh, tempat mana yang terkena. Umumnya mengenai dae rah korteks motorik, traktus piramidalis, ganglia basalis, batok otak dan cerebelum (McKinslay).
b). Etiologi Celebral Palsy
Celebral palsy sebenarnya bukanlah suatu perkara baru di bidang kedokteran, khususnya bidang rehabilitasi. Dalam pengelolaannya diperlukan kelompok ahli yang multidisipliner yang bekerja sebagai sebuah tim terdiri dari dokter, para medis, orthopaedagoog, psikolog, dan lain -lain. Di banyak negara Celebral Palsy adalah penyebab cacat fisik yang paling sering. Di negara-negara b e rk e mb a ng Cerebral Palsy menjadi penyebab cacat fisik kedua setelah polio. Kira - kir a s a t u dari 300 bayi dilahirkan dengan atau terkena Cerebral Palsy (David Werner, 2000).
c). Klasifikasi dan gejala Cerebral Palsy
Gejala Cerebral Palsy berbeda-beda pada setiap anak. kelaian celebralpalsy dapat diklasifikasi atas dasar kelainan fisiknya menjadi penyandang spastik (spasticity), athetosis, rigid, ataxia dan tremor. (Hallahan , 1998, Thoha Muslim,1996, David Werner 2002).
(1). Spastik
Anak yang spastik mengalami kekakuan otot atau ketegangan otot. Ini menyebabkan bagian tubuhnya menjadi kaku. Gerak -gerakan menjadi canggung. Kelakuan semakin bertambah bila anak marah atau cemas atau ketika tubuhnya berada pada posisi tertentu. Pola kekakuan sangat berbeda -beda pada masing - masing anak.
Secara umum karakteristik CP jenis spastik adalah:
• Kontraksi otot di luar kehendak ketika anggota gerak direntangkan secara tiba-tiba
• Sulit melakukan gerakan
• Anggota tubuh bawah dapat berbentuk gunting karena kontraksi otot
• Fleksi (gerakan membuka) pada lengan jari-jari
Gejala lain dari anak CP jenis spastik antara lain:
• Kepala terputar ke satu sisi
• Bahu dan kepala menekan kebelakang
• Kepalan menggenggam kepalan ibu jari
• Lutut rapat dan tungkai kaku
• Lengan mungkin kaku dan lurus menyilang
• Ketika berusaha mendirikan anak, tungkainya kaku ataun menyilang seperti gunting
• Saat belajar berjalan posisi anak kaku, canggung dengan lutut tertarik rapat dan tertekuk.
(2). Athetoid
Athetosis merupakan salah satu jenis CP dengan ciri -ciri menonjol gerak- gerakannya tidak terkontrol. Gerakan yang tidak terkontrol itu terdapat pada kaki, lengan, tangan atau otot-otot wajah yang lambat, bergeliat-geliut atau tiba-tiba dan cepat. Lengan dan tungkai mungkin terlihat bergerak tanpa sebab. Bila ia sengaja bergerak bagian-bagian tertentu bergerak terlalu cepat dan terlalu ja u h. Keseimbangan jelek dan sering terjatuh.
Celebral Palsy jenis athetoid ini sebenarnya tidak terdapat kekejangan atau kekakuan, otot-otot dapat digerakan dengan mudah, akan tetapi gerakan - gerakan tersebut tidak dapat dicegah oleh anak, karena setiap saat dapat muncul. Misalnya anak akan mengalami kesulitan karena tangan dan jari -jarinya selalu bergerak sendiri.
Pergerakan-pergerakannya yang bersifat otomatis dan dapat dicegah tersebut pada umumnya akan berkurang jika anak berada dalam keadaan tenang dan sedang tidur. Dengan demikian penyandang athetoid memiliki ciri -ciri sebagai berikut:
• Gerakan anggota tubuh tidak menentu dan diluar kehendak
• gerak di luar kehendak lebih nyata karena stress atau ketegangan emosional,
• Adanya gerakan yang tiba-tiba, dan
• Bila berjalan terhuyung-huyung Jumlah anak jenis athetoid ini relatif sedikit kelainannya mungkin pada daerah nganglia basal dan traktus piramidalis .
(3). ataxia
Celebral Palsy jenis ataxia ditandai dengan adanya gerakan-gerakan tidak terkoprdinasi dan kehilangan keseimbangan. Jadi keseimbangannya buruk, ia mengalami kesulitan untuk memulai duduk dan berdiri. Anak ini kalau jalan kadang-kadang jatuh seperti orang mabuk, sempoyongan, dan terhuy ung- huyung.
Salah perhitungan sering dialami oleh anak Cerebral Palsy, misalnya jika mengambil barang kadang-kadang tangannya terlalu jauh sehingga melewati barang yang diambil. Dengan demikian anak cerebral palsy jenis ini akan selalu mengalami kesulitan dalam menentukan ukuran sehingga salah menduga jarak sesuatu.
Dengan demikian gejala-gejala umum anak CP jenis ataxia antara lain:
• Adanya gangguan keseimbangan dan orientasi ruang
• Apabila berjalan mereka terhuyung-huyung, dan
• Gerakannya tidak terkoordinasi Kelainannya, kemungkinan terjadi di otak kecil.
(4). Rigid
Anak Celebral Palsy jenis rigid ditandai dengan adanya otot yang sangat kaku , demikian juga gerakannya. Otot tegang di seluruh tubuh, cenderung menyerupa i robot waktu berjalan, tertahan-tahan dan kaku. Otot-otot yang kaku ini seolah- olah bukan merupakan daging, tetapi sebagai benda yang tidak ada gemuknya , kalau digerakkanya selalu ada remnya, sehingga gerakanya tidak lemah, tidak dapat halus, dan tidak bergerak cepat. Kelainanya kemungkinannya terdapat di beberapa tempat di otak/menyebar.
(5). tremor
Anak Cerebral Palsy jenis tremor ditandai dengan adanya gerakan -gerakan kecil tanpa disadari, dengan irama tetap, lebih mirip dengan getaran. Getaran ini sukar dikendalikan oleh anak, sehingga menimbulkan kesulitan dalam melakukan kegiatan. Hal ini disebabkan karena kontraksi otot -otot yang terus menerus secara bergantian.
Getaran-getaran bisa juga terdapat pada mata, sehingga penglihatan anak terganggu. Selaian itu getaran dapat mengenai mulut (stut teing), dahi, kepala, jari tangan. Kelainannya kemungkin pada gangglia basal.
(6). Jenis campuran (mixed type)
Yang dimaksudkan anak Cerebral Palsy ini adalah anak yang memiliki bebera pa jenis kelainan misalnya jenis spastik dengan jenis athetoid, jenis athetoid dengan temor dan sebagainya.
Klasifikasi anak Celebral Palsy menurut jumlah anggota badan mengalami kelainan atau berdasarkan luas jaringan otak yang mengalami kerusakan, dapat dibedakan menjadi:
a) Monoplegia yaitu satu bagian anggota gerak yang tidak bisa digerakkan
b) Diplegia yaitu dua bagian anggota gerak yang tidak bisa digerakkan
c) Tripelgia yaitu tiga bagian anggota gerak yang tidak bisa digerakkan
d) Tertraplegia atau quadiplegia yaitu empat bagian anggota gerak yang tidak bisa digerakkan
Klasifikasi Cerebral Palsy menurut derajat kemampuan fungsional dibedakan menjadi 3, yaitu :
a). Golongan ringan
Cerebral Palsy yang termasuk ringan pada umumnya dapat hidup bersama anak- anak sehat lainnya, kelainan yang dialaminya tidak menganggu dalam kegiatan sehari-hari, maupun mengikuti pendidikan. Bantuan yang dibutuhkan hanya sedikit sekali bahkan kadang tidak perlu bantuan khusus.
b). Golongan sedang
Golongan Cerebral Palsy yang termasuk sedang sudah kelihatan adanya kemampuan fisik yang terbatas. Anak memerlukan bantuan dan pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Mungkin anak ini memerlukan alat bantu khusus seperti alat penguat kaki (brace), untuk memperbaiki pola geraknya.
c) Golongan berat
Celebral Palsy yang termasuk berat sudah menunjukan kelainan sedemikian rupa, sama sekali sulit melakakukan kegiatan dan tidak mungkin dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Bantuan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya. Pada umumnya anak-anak golongan ini akan tetap memerlukan perawatan walaupun bantuan khusus sudah diberikan. Oleh karena itu, sebaiknya anak-anak ini tampung dalam rumah perawatan khusus (nursing home).
Kelainan yang terjadi tergantung dari berat ringannya kerusakan yang t erjadi dalam otak. Kelainan tersebut sangat komplek, dapat setempat atau menyeluruh tergantung dari tempat yang terkena misalnya mengenai daerah korteks motorik , traktus piramidalis, ganggli basalis, batang otak, atau celebellum.
Gejala yang ditimbulkan sangat tergantung dari daerah-daerah di otak tersebut sebagai pusat-pusat yang berhubungan dengan pengaturan gerak tubuh. Gambaran klinis anak celebralpalsy tergantung dari bagian dan luas jaringan otak yang mengalami kerusakan. Gejalanya adalah sebagai beri kut:
• Kelumpuhan, yang dapat berbentuk ringan atau berat, berbentuk hemiplegia, quadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegimonoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat spastik, fleksid ataupun campuran.
• Gerakan involunter, yang dapat berbentuk atetoid, choreo atetoid , tremor dengan tonus yang bersifat spatis, fleksid, rigid atau campuran.
• Ataxia, yaitu gangguan koordinasi yang ditimbulkan oleh karena kerusakan cerebellum. Anak biasanya memperlihatkan tonus yang menurun, dan menunjukan perkembangan gerakan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan serta tanggung.
• Kejang-kejang yang dapat bersifat umum atau lokal.
• Gangguan perkembangan mental. Biasanya pada anak cerebralpalsy yan g disertai terbelakang mental disebabkan oleh anoksia cerebri yang cukup lama, sehingga timbul atropi cerebri yang menyeluruh. Kira -kira separuh dari anak-anak cerebralpalsy termasuk retardasi mental.
• Gangguan komunikasi, artinya anak mungkin tidak memberi respons atau reaksi seperti anak lain. Ini sebagian mungkin karena kelunglaian, kekakuan atau tidak adanya gerakan atau kekauan alat -alat bicara.
• Mungkin juga ditemukan gangguan penglihatan, misalnya hemi anopsia ( gangguan lantang pandang ) strabismus atau kelainan refleksi bola mata,gangguan pendengaran, gangguan bicara, gangguan sensibilitas (rasa)
• Serangan epilepsi, kejang sering terjadi pada anak -anak Cerebral Palsy
• Adanya perilaku gelisah
• Adanya refleks-refleks yang abnormal Kelainan fungsi akibat Cerebral Palsy
Kelainan fungsi dapat terjadi akibat Cerebral Palsy sangat tergantung dari jenis Cerebral Palsy dan berat ringannya kelainan. Namun secara umum kelainan yang timbul sangat komplekes. Tidak saja masalah fungsi yang berhubungan dengan kemampuan fisik, akan juga mental psikologis. Ke adaan ini berbeda dengan yang dialami oleh anak poliomyelitis dan muskular distropi. Kelainan pada Cerebral Palsy cenderung lebih berat.
a) Kelainan fungsi mobilisasi
Kelainan fungsi mobilisasi dapat diakibatkan oleh adanya kelumpuhan anggota gerak tubuh, baik anggota gerak atas maupun anggota gerak bawah. Kelumpuhan anggota gerak bawah mengakibatkan kemampuan anak untuk berguling, merangkak, duduk dan berjalan mengalami hambatan. Sementara kelumpuhan anggota gerak atas mengakibatkan kemampuan untuk meraih, menggenggam dan kemampuan lain yang berhubungan dengan fungsi tangan mengalami hambatan.
b) Kelainan fungsi komunikasi
Kelainan fungsi komunikasi daapat timbul karena adanya kelumpuhan pada otot - otot mulut dan kelainan pada alat-alat bicara. Kelainan tersebut mengakibatkan kemampuan anak untuk berkomunikasi secara lisan mengalami hambatan.
c) Kelainan fungsi mental
Kelainan fungsi mental dapat terjadi terutama pada anak cerebralpalsy dengan potensi kecerdasan rata-rata. Oleh karena adanya hambatan fisik yang berhubungan dengan fungsi gerak dan perlakuan yang keliru, mengakibatkan anak yang sebenarnya cerdas akan tampak tidak dapat menampilkan kemampuan secara maksimal.
Tugas-tugas yang diberikan kepada anak tidak dapat diselesaikan dengan benar, sehingga menimbulkan anggapan bahwa anak tidak mampu. Keadaan tersebut menghambat peningkatan potensi anak secara utuh. Fungsi mental anak terganggu akibatnya anak dianggap sebagai anak terbelakang mental.
Ketiga bentuk kelainan fungsi tadi dapat berpengaruh pada kemampuan- kemampuan lainnya, terutama kemampuan yang berhubungan dengan kegiatan merawat diri. Selain itu berpengaruh lainnya terhadap pendidikan dan penyesuaian diri anak dalam kehidupan sehari-hari.
Ada Celebral Palsy yang menderita komplikasi. Komplikasi o rtopedis pada anak Celebral Palsy terjadi karena kelumpuhan yang mengakibatkan tidak seimbangnya otot-otot sinergis dari atagonis yang berlangsung dalam waktu lama tanpa usaha menanganinya. Adapun komplikasi yang mungkin terjadi dapat berupa:
• Kontraktur, yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau diteguk karena jaringa n ikat saluran sendi menjadi padat atau hilang sifat kekenyalannya dan otot memendek.
• Skoliosis, yaitu tulang belakang melengkung ke samping disebabkan karena adanya kelumpuhan hemiplegia.
• Dekubitus, yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat penakanan yang terus menerus karena harus berbaring secara terus menerus ditempat tidur. Komplikasi dekubitus ini sering terjadi anak CP mengalami kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu berbar ing di tempat tidur.
• Deformasitas (perubahan bentuk). Akibat yang ini dapat timbul jika sebelum nya terjadi kontraktus. Dengan adanya kontraktur maka struktur tubuh akan mengalami perubahan bentuk. Hal ini akan mengakibatkan anak CP semakin mengalami kesulitan dalam gerak.
• Gangguan mental. Anak CP tidak semua terganggu kecerdasannya, mereka ada yang memiliki kadar kecerdasan pada taraf rata -rata, bahkan ada yang berada di atas rata-rata. Komplikasi mental dapat terjadi apabila yang bersangkutan diperlakukan tidak wajar, anak tidak mengemb a n g ka n kemampuan secara optimal. Sehingga anak CP ini yang sebenarnya pandai dapat mengalami gangguan mental.
2). Kelainan pada sistem otot dan rangka (Musculus Skeletal System).
Yang dimaksud dengan sistem otot dan rangka adalah bagian-bagian atau jaringan-jaringan yang membentuk gugusan otot dan rangka sehingga terjadi koordinasi yang normal dan fungsional dalam menjalankan tugasnya. Penyebab terjadinya kelainan pada sistem otot dan rangka bervariasi, ada yang karena infeksi penyakit, bawaan, kelainan perkembangan, atau kecelakaan. Jenis - jenis kelainan sistem otot dan rangka antara lain meliputi : Poliomyelitis, muscle dystrophy, dan spina bifida.
a). Poliomyelitis
Poliomyelitis merupakan salah satu jenis kecacatan fisik y ang terjadi pada anak-anak. Di banyak Negara, penyakit poliomyelitis menjadi penyebab cacat fisik yang paling umum pada anak-anak. Di beberapa daerah bahkan paling sedikit satu dari setiap 100 anak menjadi lumpuh karena poliomyelitis.
Poliomyelitis adalah salah satu penyakit akut (mendadak) dan menular disebabkan oleh virus polio yang menyerang kornuanterior atau serabut syaraf penggerak ke sumsum tulang belakang. Akibat penyakit poliomyelitis sistem kerja persyarafan otak dan sumsum tulang belakang menjadi terganggu sehingga mengakibatkan kelumpuhan dan pengecilan otot anggota gerak tubuh.
Kelumpuhan yang terjadi sebenarnya dapat mengenai otot -otot di manapun, tetapi yang paling sering (umum) di tungkai. Otot -otot lain yang sering juga menjadi lumpuh adalah otot bahu, otot-otot di belakang lengan, otot-otot punggung (salah satu sisi tulang punggung), otot-otot ibu jari, dan lain-lain. Jenis kelumpuhannya berupa lunglai (lumpuh). Ada sebagian anak yang hanya mengalami sedikit lumpuh, sementara yang lain mengalami lumpuh berat. Kondisi ini lambat laun kadang orang tubuh yang terkena tidak dapat diluruskan sepenuhnya karena pemendekan atau kontraktur pada otot -otot tertentu.
Ada sebagian penyandang cacat tubuh yang memiliki kondisi di mana otot otot dan tulang yang terkena tampak lebih kurus/kecil daripada anggota tubuh yang lain. Di samping itu organ tubuh yang terkena umumnya tidak tumbuh sama cepetnya dengan organ tubuh yang lain, sehingga organ tubuh yang terkena menjadi lebih pendek .
Penyakit poliomyelitis menyerang sel syaraf (mieleum). Terutama sel-sel syaraf penggerak yang terdapat di bagian muka mieleum. Oleh karena itu kelainan yang timbul berkisar pada otot dengan bentuk kelumpuhan yang bersifat layuh (flaksid paralise). Poliomyelitis pada umumnya tidak menyebabkan gangguan kecerdasan, tidak ada gangguan alat -alat indera serta tidak ada pengaruh terhadap perabaan/daya rasa pada kulit. (David Werner,2002).
Dilihat dari sel-sel yang rusak, kelumpuhan anak polio dapat dibedakan menjadi:
• Tipe spinal, yaitu kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan dan kaki;
• Tipe bulbaris, yaitu kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih syaraf tepi dengan ditandai adanya gangguan pernapasan;
• Tipe bulbospinalis, yaitu gabungan antara tipe spinal dan tipe bulbaris.
• Tipe enchephalitis yang biasanya disertai dengan demam, kesadaran menurun, tremor dan kadang-kadang kejang.
Kelumpuhan pada polio sifatnya layu dan biasanya tidak menyebabkan gangguan kecerdasan atau alat-alat indera. Akibat penyakit poliomyelitis a d a la h otot menjadi kecil (atropi) karena kerusakan sel syaraf, adanya kekakuan sensi (kontraktur), pemendekan anggota gerak, tulang belakang melengkung kesalah satu sisi, seperti huruf S (Scoliosis), kelainan telapak kaki yang membengkok keluar atau ke dalam, dislokasi (sendi yang keluar dari dudukannya), lutut melenting ke belakang (genu recorvatium).
b). Muscle Dystrophy
Muscle Dystrophy menurut Ahmad Toha Muslim dan M. Sugiarmin, merupakan suatu penyakit yang menyebabkan terjadinya kemun duran dan kele ma h an o t o t lurik, tanpa diketahui sebabnya apakah kelainan saraf pusat atau saraf tepi. Penyakit inipun bukan infeksi dan diperkirakan ada hubungannya dengan keturunan. Dapat diartikan bahwa muscle dystrophy merupakan jenis penyakit otot yang mengakibatkan otot tidak dapat berkembang. Yang dimaksudkan dengan tidak berkembang bukan berarti ototnya mengecil, tetapi lebih bersifat pada fungsi otot-otot tersebut yang tidak berkembang karena mengalami kelumpuhan. Masalah yang berkaitan dengan pende rita muscle dystrophy, di samping hal-hal tersebut :(1) berhubungan dengan mobilisasi, (2) perkembangan psikofisik yang semakin turun, dan (3) kematian yang relatif muda.
Muscular Dystrophy menunjukkan suatu penyakit yang berlangsung lama dan sedikit demi sedikit memperlemah dan memperkurus otot -otot tubuh. Ada beberapa tipe muscular dystrophy, antara lain apa yang disebut dengan Duchene atau Progressive, yaitu bentuk muscular dystrophy yang menyerang lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak-anak perempuan dan terutama pada anak- anak usia sekolah. Pada saat lahir tampaknya anak normal, akan tetapi proses
pelemahan otot terjadi pada usia 4-5 tahun. Kelambanan atau kekakuan dalam berjalan merupakan petanda awal tentang terjadinya muscular dystrophy . Anak berjalan dengan tidak semestinya, dengan perut menggembung ke depan dan punggung melekuk ke dalam. Biasanya anak menemui kesukaran un tuk berdiri dari posisi berbaring atau dari bermain di lantai, dan mereka mudah jatuh. Lambat laun anak kehilangan kemampu annya untuk berjalan, dan bagian terakhir yang diserang adalah otot-otot atau urat-urat kecil pada tangan dan jari - jari (Heward & Orlansky).
c). Spina Bifida
Spina bifida merupakan jenis kelainan pada tulang belakang (spinal cord ) yang ditandai dengan adanya terbukanya satu atau tiga ruas tulang belakang yang disebabkan oleh tidak tertutupnya kembali ruas tulang belakang selama proses perkembangan terjadi. Akibatnya fungsi jaringan syarat terganggu, dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, hydrocephalus, yaitu pembesaran pada kepala karena produksi cairan yang berlebihan (tunagrahita).
Penyebab terjadinya spina bifida belum diketahui secara pasti. Diperkirakan 0,1% penderita spina bifida disebabkan oleh adanya kelainan fisik. Ada tiga jenis spina bifida, yaitu spina bifida occulta, meningo cele, dan myelomeningocele.
Anak-anak yang menderita spina bifida biasanya berjalan dengan menggunak an alat penguat, tongkat ketiak, atau alat pembantu berjalan, dan juga dapat menggunakan kursi roda untuk jarak yang agak jauh. Sebagian besar anak memerlukan kantong (catheter) untuk menampung air seni mereka. Metode intermitent catheterization (sebentar-sebentar kencing melalui catheter) selalu diajarkan pada anak. Menurut Pieper (1983), teknik ini sangat efektif bagi anak laki-laki maupun perempuan, dan lebih baik karena dapat digunakan setiap 3 atau 4 jam serta tidak memerlukan tempat yang steril (Heward & Orlansky, 1988: p. 340).
Ada beberapa bentuk spina bifida, yaitu:
• Spina Bifida Occulta; tidak diakibatkan oleh ketidakmampuan neurologis apapun karena tidak ada tonjolan pada jaringan saraf tulang belakang.
• Meningocele; yaitu suatu bentuk spina bifida yang dikenal sebagai jenis tumor yang berbentuk kantong di suatu tempat sepanjang tulang belakang. Kantong ini berisikan cairan cerebrospinal, akan tetapi tidak mengandung jaringan saraf dan tidak ada tanda -tanda ketidakma mp u a n neurologis.
• Myelomeningocele (meningomyelocele); juga berbentuk kantong yang isinya berupa jaringan saraf tulang belakang atau bagiannya, dan kar e na adanya jaringan saraf itu maka ada kerusakan neurologis. Myelomeningocele terjadi pada 2 di antara 10.000 anak, da n sering kali disertai dengan kelumpuhan kaki, dubur, dan otot gelang usus besar karena rangsangan saraf tidak dapat melewati jaringan saraf yang rusak tadi. Spina bifida biasanya disertai dengan Hydrocephalus, yaitu suatu pembesaran kepala yang disebabkan tekanan yang terlalu kuat dari cairan cerebrospinal.
5. Identifikasi dan asesmen Hambatan Motorik
1). Identifikasi
a). Pengertian Identifikasi
Istilah identifikasi secara harfiah dapat diartikan sebagai proses menemukenali. Identifikasi merupakan suatu usaha untuk mengetahui rategi tindakan layanan pendidikan bagi anak yang bersangkutan.
Kegiatan identifikasi sifatnya masih seder hana, merupakan tahapan awal yang masih bersifat global/kasar dibandingkan dengan asesmen yang lebih rinci/ detail dan halus. Tujuan, alat, dan petugas antara identifikasi dan asesmen berbeda. Hal ini menyangkut kompetensi dan profesionalisme. Identifikasi lebih ditekankan pada menemukan dan mengenali (menemukenali) secara kasar apakah seorang anak tergolong mengalami hambatan motorik atau bukan.
Identifikasi Anak Dengan Hambatan Motorik dimaksudkan sebagai suatu upaya seseorang (orang tua, guru, maupun te naga kependidikan lainnya) untuk melakukan proses penyaringan terhadap Anak Dengan Hambatan Motorik dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Setelah identifikasi langkah berikutnya adalah melakukan asesmen. Dalam istilah sehari-hari, identifikasi sering dimaknai sebagai penjaringan, sedangkan asesmen dimaknai sebagai penyaringan. Sesuai keperluanpembelajaran dan layanan khusus Anak Dengan Hambatan motorik dapat dilanjutkan kegiatan asesmen seperti asesmen akademik (baca, tulis, hitung), fisik dan motorik, komunikasi, perilaku (emosi dan sosial), menolong diri, dan asesmen lain yang dianggap perlu. Dengan asesmen akan diketahui kelemahan (kesulitan) dan kekuatan (potensi/kemampuan) anak dalam suatu hal, serta kebutuhan layanan khusus yang diperlukan.
b). Tujuan Identifikasi
Secara umum tujuan identifikasi adalah untuk untuk menghimpun informasi yang lengkap mengenai kondisi anak. Menghimpun informasi apakah seorang anak mengalami kelainan dalam tumbuhkembangannya dibandingkan dengan anak - anak lain seusianya (anak normal). Hasil identifikasi akan dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya . Kegiatan identifikasi Anak Dengan Hambatan Motorik secara khusus bertujuan untuk lima keperluan, yaitu: (1) penjaringan (screening), (2) pengalihtanganan (referal), (3) klasifikasi, (4) perencanaan pembelajaran, dan (5) pemantauan kemajuan belajar.
(1). Penjaringan (Screening)
Penjaringan dilakukan terhadap semua anak yang diduga mengalami hambatan motorik. Pada tahap ini identifiksi berfungsi menandai anak-anak mana yang menunjukkan gejala-gejala tertentu, kemudian menyimpulkan anak-anak mana yang mengalami gangguan.
(2). Pengalihtanganan (Referral)
Berdasarkan gejala-gejala yang ditemukan pada tahap penjaringan, selanjutnya anak-anak dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, anak yang tidak perlu dirujuk ke ahli lain (tenaga profesional) dan dapat langsung ditangani sendiri oleh guru dalam bentuk layanan pembelajaran yang sesuai. Kedua, anak yang perlu dirujuk ke ahli lain terlebih dulu (referal) seperti psikolog, dokter, orthopedagog (ahli PLB), dan/atau therapis, baru kemudian ditangani oleh guru.
Proses perujukan anak oleh guru ke tenaga profesional lain untuk membantu mengatasi masalah anak yang bersangkutan disebut proses pengalih tanganan (referral). Pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusi dapat meminta bantuan ke tenaga lain yang ada seperti Guru Pembimbing Khusus (Guru PLB).
(3). Klasifikasi
Apakah mereka yang telah dijaring (dirujuk) tersebut benar -benar bermasalah dalam belajar dan/atau perkembangan (memerlukan pelayanan khusus dalam belajar) atau tidakbertujuan untuk menentukan apakah anak yang telah dirujuk ke tenaga professional benar-benar bermasalah dalam hambatan motorik dan memerlukan penanganan lebih lanjut atau tidak. Apabila berdasar pemeriksaan tenaga professional ditemukan masalah yang perlu penanganan lebih lanjut (misalnya pengobatan, therapy, latihan -latihan khusus, dan sebagainya) maka guru tinggal mengkomunikasikan kepada orang tua siswa yang bersangkutan.
Jadi guru tidak memberi therapy siswa yang bersangkutan. Guru hanya akan membantu siswa dalam hal pemberian pelayanan pendidikan sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Apabila tidak ditemukan tanda -tanda yang cukup kuat bahwa anak yang bersangkutan memerlukan penanganan lebih lanjut, maka anak dapat dikembalikan ke kelas semula untuk mendapatkan pelayanan pendidikan khusus.
Kegiatan klasifikasi ini memilah-milah mana Anak Dengan Hambatan Motorik yang memerlukan penanganan lebih lanjut dan mana yang langsung dapat mengikuti pelayanan pendidikan khusus di kelas reguler.
(4). Perencanaan Pembelajaran
Bertujuan untuk keperluan penyusunan program pengajaran individual (PPI) Pada tahap ini, kegiatan identifikasi bertujuan untuk keperluan pen yusunan program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI). Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi. Setiap jenis dan gradasi (tingkat kelainan) anak dengan kebutuhan khusus memerlukan program pembelajaran yang berbeda satu s a ma lain. Mengenai program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI) akan dibahas secara khusus dalam buku yang lain tentang pembelajaran dalam pendidikan inklusi.
(5). Pemantauan Kemajuan Belajar
Kemajuan belajar perlu dipantau untuk mengetahui apakah program pembelajaran khusus yang diberikan berhasil atau tidak. jika dalam kurun waktu tertentu anak tidak mengalami kemajuan yang berarti, perlu ditinjau kembali beberapa aspek yang berkaitan. Kemajuan belajar perlu dipantau untuk mengetahui apakah program pembelajaran khusus yang dib erikan berhasil atau tidak. Apabila dalam kurun waktu tertentu anak tidak mengalami kemajuan yang signifikan (berarti), maka perlu ditinjau lagi beberapa aspek yang berkaitan. Misalnya apakah diagnosis yang kita buat tepat atau tidak, Program Pembelajaran Individual (PPI) yang kita susun sesuai atau tidak, bimbingan belajar khusus yang kita berikan sesuai atau tidak, dan seterusnya. Sebaliknya , apabila dengan program khusus yang diberikan, anak mengalami kemajuan yang cukup signifikan maka program tersebut perlu diteruskan sambil memperbaiki/menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada.
Dengan lima tujuan khusus di atas, identifikasi perlu dilakukan secara terus menerus oleh guru, dan jika perlu dapat meminta bantuan dan/atau bekerja sama dengan tenaga professional terkait.
c). Sasaran Identifikasi
Secara umum sasaran identifikasi Anak Dengan Hambatan Motorik adalah seluruh anak usia pra-sekolah dan usia sekolah dasar. Sedangkan secara khusus (operasional), sasaran identifikasi adalah:
• Anak yang sudah bersekolah di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
• Anak yang akan masuk ke Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
• Anak yang belum/tidak bersekolah karena orangtuanya merasa anaknya tergolong Anak Dengan Hambatan Motorik, sedangkan lokasi SLB jauh dari tempat tinggalnya; sementara itu, semua SD terdekat belum/tidak ma u menerimanya;
d). Pelaksanaan Identifikasi
Ada beberapa langkah dalam rangka pelaksanaan identifikasi Anak Dengan Hambatan Motorik. Untuk identifikasi anak usia sekolah yang belum bersekolah perlu melakukan pendataan ke masyarakat sekitar kerjasama dengan Kepala Desa/Lurah, RW, RT setempat. Jika dalam pendataan tersebut ditemukan anak Dengan Hambatan Motorik, maka proses berikutnya dapat dilakukan pembicaraan dengan orangtua, komite sekolah maupun perangkat desa/kelurahan setempat untuk mendapatkan tindak lanjutnya.
Untuk anak-anak yang sudah masuk dan menjadi siswa pada sekolah tertentu, identifikasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
• Menghimpun data tentang anak
Pada tahap ini petugas (guru) menghimpun data kondisi seluruh siswa di kelas (berdasar gejala yang tampak pada siswa) dengan menggunakan alat identifikasi Anak Dengan Hambatan Motorik.
• Menganalisis data dan mengklasifikasi anak
Kegiatan ini bertujuan untuk menemukan Anak Dengan Hamba tan Motorik (yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus). Pertama membuat daftar nama anak yang diindikasikan berkelainan sesuai dengan ciri-ciri dan standar nilai yang telah ditetapkan. Kemudian jika ada anak yang terindikasi kelainan sesuai dengan ketentuan tersebut, maka dimasukkan ke dalam daftar nama -nama anak yang terindikasi hambatan motorik. Sedangkan untuk anak -anak yang tidak terindikasi (tidak menunjukkan gejala), tidak perlu dimasukkan ke dalam daftar khusus tersebut.
• Mengadakan pertemuan konsultasi dengan kepala sekolah
Pada kegiatan ini, hasil analisis dan klasifikasi yang telah dibuat dilaporkan kepada Kepala Sekolah untuk mendapat saran -saran pemecahan atau tindak lanjutnya.
• Mengadakan pertemuan kasus (case conference)
Kegiatan ini hendaknya dikoordinasi oleh dengan Kepala Sekolah setelah data anak terhimpun dari seluruh kelas. Kepala Sekolah dapat melibatkan: (1) Kepala Sekolah sendiri; (2) Dewan Guru; (3) orang tua/wali siswa; (4) tenaga professional terkait, jika tersedia dan dimungkinkan; (5) Guru Pembimbing Khusus (Guru PLB) jika tersedia dan memungkinkan. Materi pertemuan kasus adalah membicarakan hasil identifikasi untuk mendapatkan tanggapan dan cara - cara pemecahan serta layanan pendidikan yang sesuai.
Setelah pertemuan kasus selesai dilakukan, kemudian disusun laporan hasil pertemuan tersebut. Tanggapan dan cara -cara pemecahan masalah, penanggulangan, dan layanan pendidikan yang sesuai perlu dirumuskan.
e). Tindak Lanjut
Kegiatan identifikasi anak dengan gangguan fisik dan motorik antara lain bertujuan untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai.
2). Asesmen Anak Dengan Hambatan Motorik
a). Pengertian Assesmen
Asesmen adalah suatu kegiatan yang bertujuan mengumpulkan berbagai informasi tentang perkembangan anak, baik per kembangan dalam berbagai tugas perkembangan maupun perkembangan dibidang akademik. Informasi atau data perkembangan yang dikumpulkan meliputi kemampuan yang telah dikua sa i dan kesulitan yang dialami. Selain itu dikumpulkan juga data/informasi siswa yang diperlukan untuk tujuan pendidikan, misalnya informasi tentang kondisi fisik, motorik, emosi, sosial, intelektual, kemampuan akademik, komunikasi, latar keluarga dan lain-lain.
Semua data/informasi yang terkumpul akan digunakan untuk membuat keputusan-keputusan dalam rangka penyelenggaraan layanan pendidikan khusus. Paling tidak ada dua macam keputusan yang akan ditetapkan melalui proses asesmen yaitu,
1) keputusan legal, yaitu untuk mengetahui/menetapkan apakah seseorang termasuk anak gangguan fisik dan motorik atau bukan, dan
2) keputusan instruksional, yaitu untuk keperluan penentuan perencanaan dan pelaksanaan program pembelajaran khusus, rencana pembelajaran, strategi, media, evaluasi dan lain-lain.
Asesmen dilakukan dengan menggunakan cara, alat dan/ata u prosedur tertentu serta dilaksanakan dalam suatu tahapan yang teratur dari mulai perencanaan, pelaksanaan, penafsiran dan pemanfaatan hasil.
b). Tujuan Assesmen
Tujuan assesmen untuk Anak Dengan Hambatan Motorik adalah untuk mengenal dan memahami Anak Dengan Hambatan Motorik, termasuk tentang kemampua n dan tidak kemampuan anak baik fisik maupun mental dan lingkungannya.
c). Arah/Kegunaan Assesmen
Berdasarkan tujuan assesmen tersebut, selanjutnya hasilnya akan memiliki beberapa nilai manfaat bagi anak. Kegunaan hasil asesmen adalah:
• Sceening anak
• Klasifikasi atau penempatan anak
• Perencanaan program.
• Evaluasi program, dan
• Assesmen kemajuan individu anak.
Sudah barang tentu kegunaan hasil assesmen tersebut antara kegunaan satu dengan yang lainnya sangat sulit dipisah-pisahkan, kareana faktor informasi yang ada dan tujuan pelayanan serta saran -saran atau anak berkebutuhan khusus, yaitu mengurangi atau menghilangkan masalah yan diakibatkan oleh kecacatan , dan meningkatkan potensi seoptimal mungkin, sebagai bekal anak hidup bermasyarakat.
Kegunaan dari hasil assesmen Anak Dengan Hambatan Motorik antara lain adalah untuk :
• Pembuatan keputusan program penempatan pendidikan anak.
• Pembuatan keputusan program rehabilitasi anak
• Pengembangan program pengajaran individual anak
Arah dan kegunaan hasil assesmen adalah untuk usaha usaha preventif, kuratif dan evaluative serta pengembangan anak hambatan motorik. Masing -masing arah dan kegunaan hasil assesmen di atas, dibahas secara selintas sebagai berikut: Klasifikasi, Identifikasi dan Data Dasar Tentang Anak.
Kegiatan assesmen dimaksudkan sebagai upaya mengklasifikasi Anak Dengan Hambatan Motorik, artinya untuk mengkelompokkan bahwa anak tertentu walaupun ringan kecacatannya, namun termasuk hambatan motorik. Sebagaimana diketahui, bahwa ada beberapa kemiripan gejala Anak Dengan Hambatan Motorik. Dengan anak cacat jenis lainnya, bahkan dengan anak normal sekalipun. Misalnya anak Cerebral Palsy (CP) yang dibarengi oleh speech defect dan mentally retarded, maka anak CP tersebut nila tanpa diadakan assesmen system syaraf dan fungsi syarafnya, akan dikira termasuk klasifikasi anak mentally retarded atau tunawicara.
Kegiatan assesmen yang bermaksud untuk mengindentifikasi Anak Dengan Hambatan Motorik dalam hal ini mengarah pad a upaya mengenal identitas anak, keluarga dan karakteristik lain yang bergubungan dengan kemampuan dan ketidak-mampuan anak. Sedang kegiatan assesmen yang dimaksudkan sebaga i dasar, bahwa semua informasi dan data yang diperoleh dalam assesmen, dimaksudkan sebagai informasi dasar untuk membuat keputusan tindakan intervensi berikutnya, baik berupa upaya rujukan, assesmen lanjut yang lebih rinci oleh tenaga ahli, maupun program perlakuan tertentu untuk membantu aktualisasi potensianak.
Hasil assesmen yang bermanfaat sebagai data dasar anak, mencakup tentang:
• Identitas dan kondisi kemampuan dan ketidak-mampuan anak.
• Riwayat pertumbuhan dan perkembangan,
• Riwayat pendidikan
• Riwayat kesehatan
Pola hubungan anak dengan orangtua dan saudara serta lingkungan dimana
Anak Dengan Hambatan Motorik dibesarkan.
Dengan demikian data dasar Anak Dengan Hambatan Motorik yang diperlukan meliputi : identitas anak dan lingkungannya pada saat kini, data anak dan lingkungannya pada saat kemarin ( yang lalu), dan data anak pada masa yang akan datang.
Viola E.Cardwell, menjelaskan bahwa kejadian hambatan motorik khususnya cerebral palsy dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dikelompokan dalam faktor “predisposing factors” (faktor yang mendahului), meliputi: Prematurity, Twin pregnancies, Excessive birth weight, Race, Sex, Age of mother, Complications of current pregnancy, dan Complications of previous pregnancy .
Faktor yang kedua adalah “precipitating factors” (faktor pemercepat terjadinya kecacatan). Faktor kedua ini menurut Viola E. Cardwell bisa terjadi saat: Prenatal, Paranatal factors, dan Postnatal factors. Anoksia fetus intrauterine karena kehamilan dengan hipertensi, ishkemia karena insufisiensi jantung, infeksi toksoplasmosis, radiasi sinar X, dsb adlah faktor -faktor yang terjadi saat paranatal. Infark serebri, pendarahan otak, infeksi, anoksia otak, dan sebagainya sebagai faktor-faktor postnatal.
Green LW menyatakan bahwa agar dapat memberikan intervensi kepada penyandang cacat lewat program-progarm yang akan dirancang, maka data yang lengkap tentang sasaran program intervensi (gangguan fisik dan motorik juga harus digali sedemikian rupa, termasuk didalamnya hal-hal yang termasuk dalam faktor yang mendahului, faktor pemungkin, dan faktor penguatnya (predisp o s ing faktors, enabling factors, and reinforcing faktors) terhadap terjadinya kecacatan anak.
Data dasar tersebut sangat penting, karena dengan informasi yang ada dapat untuk menentukan apakah seorang anak memerlukan perhatian khusus atau tidak. Anak Dengan Hambatan Motorik tertentu kadang juga dalam kondisi “hig h risk” untuk perkembangan masalah-masalah tertentu, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak dimasa yang akan datang.
d) Teknik-teknik Assesmen Anak Dengan Hambatan Motorik
Ada bermacam-macam teknik/metode assesmen yang dapat dijumpai dalam literature. Diantaranya yang ketengahkan oleh Delp & manning dalam bukunya Major’s Physical Diagnosis, bahwa sebelum diadakan intervensi tertentu, individu dapat diadakan kegiatan assesmen dengan metode /teknik tertentu , seperti ( 1 ) inspeksi, (2) palpasi, (3) perkusi, (4) auskultasi, (5) uji laboratorium. Metode assesmen yang diketengahkan oleh Delp & Manning ini memang lebih tepat dibidang kedokteran, namun demikian penenangan Anak Dengan Hambatan Motorik, memang sangat sulit untuk dipisahkan dari dispilin ilmu kedokteran, terutama yang berhubungan dengan layanan rehabilitatif, seperti terapi fisik, terapi okupasi, terapi biacara, dsb.
Metode inspeksi merupakan kegiatan yang paling awal (yang biasa dilakukan oleh tenaga medis), yakni memeriksa secara lengkap di setiap daerah tubuh penderita/ pasien. Istilah lain dari metode ini adalah observasi atau pengamatan. Penggunaan metode inspeksi, termasuk di dalamnya untuk mengetahui bentuk tubuh, fungsi organ gerak tubuh seperti otot, tulang, persendian, dan sebagainya.
Metode palpasi, merupakan cara mengadakan assesmen yang agak lebih teliti dari pada metode pertama, dengan cara meraba di setiap daerah tubuh yang perlu diraba untuk mendapatkan informasi tertentu yang dip erlukan. Contoh menggunakan metode ini ada untuk mengetahui apakah seseorang ang berperawakan pendek (kretinism) memang mengalami defisiensi iodium atau tidak, dengan meraba kelenjar tiroid yang terletak dileher penderita, atau meraba tonus otot penderita untuk mengetahui kadar rigiditas/ kekakuan otot, dsb.
Metode perkusi, merupakan teknik assesmen yang dilakukan dengan cara mengetok-ngetok suatu daerah tubuh tertentu, untuk mendengarkan suara yang ditimbulkannya, merasakan tahanan yang dijumpai pada daerah tubuh teersebut. Apakah suara yang mereka timbulkan itu nyaring, redup, datar, atau timpani.
Metode auskultasi, merupakan tehnik assesmen dengan cara menangkap dan mengenali suara yang berasal dari berbagai oragan tubuh, dengan mendengarkan pada permukaan tubuh, baik yang dilakukan secara menempelkan terlinga ke permukaan tubuh atau dengan mempergunakan stetoskop.
Sedang metode pemeriksaan laboratorium merupakan cara assemen yang paling teliti dibanding dengan cara sebelumnya, karena lebih detail, misal nya
lewat tinja, urine, darah, dan sebagainya. Guna menentukan penyakit yang diderita seseorang. Metode pertama dan kedua, relative dapat dilakukan oleh seseorang yang bukan memiliki profesi medis, asal telah mendapatkan pelatihan sebelumnya.
Melihat kenyataan di lapangan, bahwa tehnik/metode assesmen yang digunakan untuk mengadakan penafsiran kemampuan Anak Dengan Hambatan Motorik berbeda-beda. Hal ini juga diakui oleh Wehman & Mc Laughlin dan Ronald L.Taylor, bahwa memang pemilihan metode assesmen sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya (1) Aspek/apa yang hendak diketahui informasi/datanya, (2) dimana assesmen dapat dilakukan, dan (3) siapa yang melakukan assesmen.
Akibat dari hambatan fisiknya Anak Dengan Hambatan Motorik memiliki hambatan aksesibilitas. Bagaimanakah dengan kebutuhan mereka dalam pembelajaran? apakah mereka juga mengalami hambatan? Apakah peserta didik Hambatan Motorik juga membutuhkan layanan pembelajaran yang khusus? Untuk lebih jelasnya silakan anda pelajari materi belajar berikut ini. Agar anda memiliki gambaran lebih jelas tentang dampak Hambatan Motorik maka perlu dipelajari uraian materi tentang Dampak Hambatan Motorik.
6. Dampak Hambatan Anak Dengan Hambatan Motorik
Dengan keterbatasan gerak dan mobilitas yang dimiliki An ak Dengan Hamb a t a n Motorik sehingga berdampak pada kelangsungan hidupnya. Adapun yang menjadi dampak bagi Anak Dengan Hambatan Motorik adalah sebagai berikut:
1). Dampak Aspek Akademik
Pada umumnya tingkat kecerdasan Anak Dengan Hambatan Motorik yang mengalami kelainan pada sistem otot dan rangka adalah normal, sedangkan Anak Dengan Hambatan Motorik yang mengalami kelainan pada sistem cerebral, tingkat kecerdasannya berentang mulai dari tingkat sangat rendah sampai dengan sangat tinggi. Hardman (1990) mengemukakan bahwa 45 % anak Cerebral Palsy mengalami keterbelakangan mental, 35 % mempunyai tingkat kecerdasan normal dan di atas normal. Sisanya berkecerdasan sedikit di bawah rata-rata. Artinya, anak Cerebral Palsy yang kelainannya berat, tidak berarti kecerdasannya rendah.
Selain tingkat kecerdasan yang bervariasi anak Cerebral Palsy juga mengalami kelainan persepsi, kognisi, dan simbolisasi. Kelainan persepsi terjadi karena saraf penghubung dan jaringan saraf ke otak mengalami kerusakan sehingga proses persepsi yang dimulai dari stimulus lalu diteruskan ke otak oleh saraf sensoris, kemudian ke otak (yang bertugas menerima dan menafsirkan serta menganalisis) mengalami gangguan. Kemampuan kognisi terbatas karena adanya kerusakan otak sehingga mengganggu fu ngsi kecerdasan, peng liha t an , pendengaran, bicara, rabaan dan bahasa, serta akhirnya anak tersebut tidak dapat mengadakan interaksi dengan lingkungannya yang terjadi terus menerus melalui persepsi dengan menggunakan media sensori (indera). Gangguan pada simbolisasi disebabkan oleh adanya kesulitan dalam menerjemahkan apa yang didengar dan dilihat. Kelainan yang kompeks ini akan mempengaruhi prestasi akademik Anak Dengan Hambatan Motorik.
2). Dampak Sosial/Emosional
Dampak Sosial/Emosional Anak Dengan Hamb atan Motorik bermula dari konsep diri Anak Dengan Hambatan Motorik yang merasa dirinya cacat, tidak berguna , dan menjadi beban orang lain yang dapat mengakibatkan malas belajar, dan perilaku salah suai lainnya. Kegiatan jasmani yang tidak dapat dilakukan oleh Anak Dengan Hambatan Motorik dapat mengakibatkan timbulnya problem emosi, seperti mudah tersinggung, mudah marah, rendah diri, pemalu, menyendiri, kurang dapat bergaul, dan frustasi. Problem emosi seperti itu, banyak ditemuka n pada Anak Dengan Hambatan Motorik dengan gangguan cerebral. oleh sebab itu, tidak jarang dari mereka tidak memiliki rasa percaya diri dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.
3). Dampak Fisik/Kesehatan
Dampak Fisik/Kesehatan Anak Dengan Hambatan Motorik biasa nya selain mengalami cacat tubuh adalah kecenderungan mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara dan lain-lain. Kelainan tambahan itu banyak ditemukan pada Anak Dengan Hambatan
Motorik sistem cerebral. Gangguan bicara disebabkan oleh kelainan motorik alat bicara (kaku atau lumpuh), seperti lidah, bibir, dan rahang sehingga mengganggu pembentukan artikulasi yang benar. Akibatnya, bicaranya tidak daapat dipahami orang lain dan diucapkan dengan susah payah. Mereka juga mengalami aphasia sensoris, artinya ketidakmampuan bicara karena organ reseptor anak terga ng g u fungsinya, dan aphasia motorik, yaitu mampu menangkap informasi dari lingkungan sekitarnya melalui indera pendengaran, tetapi tidak dapat mengemukakannya lagi secara lisan.
Anak Cerebral Palsy mengalami kerusakan pada pyramidal tract dan extrapyramidal yang berfungsi mengatur sistem motorik. Tidak heran mereka mengalami kekakuan, gangguan keseimbangan, gerakan tidak dapat dikendalikan, dan susah berpindah tempat. Dilihat dari aktivitas motorik, intensitas gangguannya dikelompokkan atas hiperaktif yang menunjukkan sikap pendiam, gerakan lamban, dan kurang merespon rangsangan yang diberikan; dan tidak ada koordinasi, seperti waktu berjalan kaku, sulit melakukan kegiatan yang membutuhkan integrasi gerak yang lebih halus, seperti menulis, menggambar dan menari.
7. Progsus Bagi Anak dengan Hambatan Motorik
Program kebutuhan khusus bagi anak dengan hambatan motorik yaitu pengembangan diri dan gerak. Pengembangan diri dan gerak adalah merupakan segala usaha, bantuan yang berupa bimbingan, latihan, secara terencana dan terprogram terhadap peserta didik tunadaksa, dalam rangka membangun diri baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, sehingga ter wujudnya kemampuan mengurus diri, menolong diri, merawat diri, dan mobilisasi (bergerak-berpindah tempat) dalam kehidupan sehari-hari baik di keluarga maupun di dimasyarakat secara memadai.
Fungsi dari pengembangan diri dan gerak untuk peserta didik tunada ksa adalah sebagai berikut: a). Mengembangkan kemampuan anggota badan yang mengalami kesulitan bergerak agar dapat berfungsi secara opt ima l, b ) . Mengembangkan dan melatih peserta didik secara berkesinambungan agar mampu mengatasi kebutuhan hidupnya, c). Membina peserta didik agar memahami dan menyadari hubungan antara guru/pelatih dengan pribadinya agar terjalin kontak atau hubungan secara harmonis, d). Mengembangkan gerak otot serasi, sehat, dan kuat sehingga mampu melakukan gerakan sesuai dengan fungsinya, dan e). Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mampu mengatasi kesulitan dalam kehidupan sehari -hari.
Adapun tujuan pengembangan diri dan gerak bagi anak dengan hambatan motorik untuk:
a. Mengembangkan kemampuan anggota badan yang mengalami kesulita n bergerak agar dapat berfungsi secara optimal
b. Mengembangkan dan melatih peserta didik secara berkesinambungan agar mampu mengatasi kebutuhan hidupnya
c. Membina peserta didik agar memahami dan menyadari hubungan antara guru/pelatih dengan pribadinya agar ter jalin kontak atau hubungan secara harmonis.
d. Mengembangkan gerak otot serasi, sehat, dan kuat sehingga mampu melakukan gerakan sesuai dengan fungsinya
e. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mampu mengatasi kesulitan dalam kehidupan sehari-hari.
Rangkuman
Pengertian Anak Dengan Hambatan Motorik dapat didefinisikan sebagai bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem otot, tulang dan persendian yang besifat primer atau sekunder yang dapat mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus.
Klasifikasi Anak Dengan Hambatan Motorik dilihat dari dua segi yaitu : 1). Kelainan pada Sistem Serebral ( Cerebral System Disorders), 2). Kelainan pada sistem otot dan rangka (Musculus Skeletal System).
Anak Dengan Hambatan Motorik yang ternasuk dalam Kelainan pada Sistem Serebral Cerebral Palsy sedangkan Anak Dengan Hambatan Motorik yang ternasuk dalam Kelainan pada sistem otot dan rangka yaitu Poliomyelitis, Mu scle Dystrophy dan Spina Bifida.
Karakteristik Anak Dengan Hambatan Motorik dipengaruhi oleh gangguan motorik, gangguan sensoris, tingkat kecerdasan, kemampuan persepsi, kemampuan kognisi, kemampuan berbicara, simbolisasi, emosi dan penyesuaian sosial.
Faktor penyebab Anak Dengan Hambatan Motorik , dapat dilihat dari saat terjadinya kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir.
Dampak bagi Anak Dengan Hambatan Motorik adalah sebagai berikut:
a). Dampak Aspek Akademik,
b). Dampak Fisik/Kesehatan,
c). Dampak sosial/emosional
Identifikasi merupakan suatu usaha untuk mengetahui apakah seorang anak pertumbuhan/perkembangannya termasuk normal atau mengalami hambatan motorik. Asesmen adalah suatu kegiatan yang bertujuan mengumpulkan berbagai informasi tentang perkembangan anak, baik perkembangan dalam berbagai tugas perkembangan maupun perkembangan dibidang akademik.
Kebutuhan Anak Dengan Hambatan Motorik yaitu
1). Kebutuhan akan Keleluasaan Gerak dan Memposisikan Diri,
2). Kebutuhan Komunikasi,
3). Kebutuhan Komunikasi, dan
4). Kebutuhan Psikososial.
Program kebutuhan khusus bagi anak dengan hambatan motorik yaitu pengembangan diri dan gerak.
Sumber Utama : Dr. Irah Kasirah, M.Pd . 2019. Modul 5 PPG Progam Studi PLB, Pendidikan Anak Dengan Hambatan Motorik, Kemendikbud.
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar