Integrasi Bangsa Indonesia


 

Integrasi Bangsa Indonesia

Jika integrasi wilayah menyangkut tempat maka integrasi bangsa menyangkut isi. Integrasi bangsa menyangkut kesediaan bersatu bagi kelompok-kelompok sosial budaya di masyarakat, misal suku, agama, ras dan antar golongan.   Integrasi bangsa mencerminkan proses bersatunya orang-orang yang memiliki perbedaan untuk menjadi satu bangsa (nation).

Rumusan GBHN 1998 menyatakan Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Ini berarti lahirnya konsep Wawasan Nusantara juga dipengaruhi dan mempengaruhi kondisi sosio-budaya masyarakat Indonesia. Wawasan nusantara dilandasi dan disemangati integrasi bangsa, dikokohkan dengan integrasi wilayah dan berkembang menjadi integrasi bangsa dan wilayah sekaligus.

Untuk memahami integrasi bangsa, berikut ini akan kita telusuri sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia. Sebelum terjadi pergerakan kebangsaan, kita telah mengenal sejarah kerajaan Kutai, Sriwijaya, Singosari, Majapahit, Demak, Mataram hingga kedatangan VOC tahun 1602. Wilayah kekuasaan Sriwijaya dan Majapahit  bahkan  mencapai  negara  yang  sekarang  bersebelahan  dengan negara  Indonesia.  Melalui  Devide  et  Impera,  Belanda  yang  luas  wilayahnya hanya 0,02 % dibandingkan dengan Indonesia telah mampu menjajah dan mengeruk kekayaan alam yang dimiliki bangsa Indonesia. Kondisi ini berlanjut dengan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah dalam bentuk perang Diponegoro, perang Padri, Perang Aceh, Perang Pattimura, dan lainnya yang masih bersifat sporadis yang terjadi di seluruh wilayah negara Indonesia. Berikut ini, kita fokuskan pembahasan pada sejarah pergerakan Indonesia karena keistimewaannya berupa tumbuhnya kesadaran berbangsa sebagai cikal bakal integrasi bangsa.

Dalam sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia, integrasi bangsa diawali dengan:

2. Masa Perintis yaitu masa mulai dirintisnya semangat kebangsaan melalui pembentukan  organisasi pergerakan.  Munculnya  pergerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 menumbuhkan kesadaran berbangsa sebagai dampak logi edukasi dari Trilogi “politik etis van Deventer” yang dilancarkan kelompok oposisi pemerintah kolonial Belanda. 

3. Masa Penegas yaitu masa mulai ditegaskannya semangat kebangsaan yang ditandai dengan peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 yang mengikrarkan  dan  menegaskan  bahwa kita  memiliki  satu  tanah-air,  satu bangsa, dan bahasa persatuan yaitu Indonesia.

4.   Masa Percobaan yaitu masa mulai mencobanya bangsa Indonesia menuntut kemerdekaan dari Belanda melalui organisasi GAPI (Gabungan Politik Indonesia) tahun 1938 dan mengusulkan Indonesia Berparlemen. Tapi, perjuangan menuntut Indonesia merdeka tersebut gagal.

5. Masa Pendobrak yaitu masa dimana semangat dan gerakan kebangsaan Indonesia telah berhasil mendobrak belenggu penjajahan dan menghasilkan kemerdekaan. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dari sisi politik, pada   hakikatnya   merupakan   “revolusi   politik”   yaitu   perombakan   dari kekuasan kolonial menjadi kekuasaan nasional.

 Dari sisi hukum merupakan “revolusi hukum” yang berarti perombakan dan penggantian hukum kolonial menjadi hukum nasional. Dari sisi sosial budaya, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan “revolusi integratifnya” bangsa Indonesia dari bangsa yang terpisah dengan beragam identitas menuju bangsa yang satu yakni bangsa Indonesia (tertulis dalam Naskah Proklamasi “atas nama bangsa Indonesia”).

6.   Masa  Pengisi Kemerdekaan  yaitu  masa  untuk  membenahi ketimpangan, kekurangan, ketidak adilan dan ketidak merataan kesejahteraan yang ada pada seluruh bangsa Indonesia (orangnya) dan seluruh wilayah Indonesia (wadahnya).

Objek sasaran integrasi nasional meliputi:

a. Integrasi nilai.


Integrasi   nilai   menunjuk   pada   adanya   kesepakatan   terhadap   nilai   yang diperlukan dalam memelihara tertib sosial. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai integratif karena telah menjadi hasil kesepakatan para pendiri bangsa (Pancasila sebagai perjanjian luhur). Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa ini perlu dilestarikan dan dikembangkan terus-menerus sebagai nilai integratif melalui Pendidikan, utamanya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar. 

b. Integrasi perilaku.


Integrasi perilaku menunjuk pada kesepakatan perilaku positif yang menekankan perilaku berkebangsaan dan kenegaraan di atas golongan atau pribadi. Mewujudkan perilaku integratif dilakukan dengan pembentukan lembaga politik/pemerintahan dan lembaga kemasyarakatan. Pembentukan lembaga- lembaga politik dan birokrasi di Indonesia diawali dengan hasil sidang I PPKI tanggal 18 Agustus 1945 yakni memilih Presiden dan Wakil Presiden. Sidang PPKI ke-2 tanggal 19 Agustus 1945 memutuskan pembentukan dua belas kementerian dan delapan provinsi di Indonesia. Pembentukan lembaga-lembaga politik dan birokrasi ini berlanjut dan berkembang sampai sekarang dan nantinya.

Pelurusan perilaku negatif-menyimpang menjadi tanggung jawab semua elemen bangsa secara terintegrasi, bukan hanya tanggung jawab guru, ulama, polisi, Komisi Pemberantasan Korupsi, ataupun Badan Narkotika Nasional. Banyaknya kasus narkoba, korupsi, pornografi, penggundulan hutan dan lain-lain menjadi contoh permasalahan integrasi perilaku. Integrasi nilai berkaitan dengan hati dan pikiran, integrasi perilaku berkaitan dengan tindakan.


Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar