Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Masih ingatkah Anda siapa anak berkebutuhan khusus itu?
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mengalami hambatan perkembangan, hambatan belajar dan memiliki kebutuhan khusus dalam pendidikan, yang diakibatkan oleh faktor internal dan eksternal atau kombinasi dari keduanya, sehingga diperlukan adaptasi dan modifikasi dalam pembelajaran (tujuan, bahan, metode/media, dan penilaian).
Anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporary special needs) atau factor eksternal dan anak kebutuhan khusus yang bersifat menetap ( permanently special needs) atau factor internal.
Tahukah Anda, Anak yang seperti apa dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus yang temporer?
Anak berkebutuhan khusus temporer/sementara ( temporary special needs) yang disebabkan karena factor eksternal adalah anak -anak yang mengalami hambatan akibat dari faktor-faktor lingkungan seperti:
(1) anak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat sering menerima kekerasan dalam rumah tangga,
(2) mengalami kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan kasar oleh orang tuanya,
(3) mengalami kesulitan kumulatif dalam membaca dan berhitung akibat kekeliruan guru dalam mengajar atau
(4) anak -anak yang mengalami trauma akibat dari bencana alam, social serta ekonomi yang mereka alami. Dengan kata lain, anak yang mengalami hambatan belajar disebabkan karena faktor dari luar dirinya, apabila penyebab tersebut dapat diatasi maka anak akan menunjukkan presasi yang sesuai dengan potensinya. Anak - anak sepeti ini memerlukan bantuan khusus untuk mengatasi hambatan -hambatan yang dialaminya. Apabila mereka tidak mendapatkan layanan pendidikan yang tepat sesuai dengan kebutuhannya, tidak mustahil hambatan -hambatan terseb ut akan menjadi permanent.
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen ( permanently special needs ) yang disebabkan karena factor internal adalah anak -anak yang mengalami hambatan dan kebutuhan khusus akibat dari kecacatan tertentu, misalnya kebutuhan khusus akibat dari kehilangan fungsi penglihatan, kehilangan fungsi pendengaran, perkembangan kecerdasan/kognitif yang rendah, ganggauan fungsi gerak/motorik dsb.
Anak berkebutuhan khusus baik yang bersifat temporer maupun yang bersifat permanen memerlukan layanan pendidikan yang disesuaikan dengan hamabatan belajar dan kebutuhan-kebutuhannya. Bidang studi yang membahas tentang penyesuaian pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus adalah pendidikan kebutuhan khusus (Special Needs Education). Oleh sebab itu cakupan wilayah pendidikan kebutuhan khusus menjadi sangat luas karena tidak dianalogikan dengan lokasi atau tempat layanan yang bersifat khusus (sekolah khusus/sekolah luar biasa seperti pada konsep pendidikn khusus/PLB ( special education), tetapi lebih bersifat fungsional yaitu layanan pendidikan ba g i s e mu a anak yang membutuhkan layanan khusus akan pendidikan ( special educational needs) di manapun mereka berada baik di sekolah biasa, di sekolah khusu s, d i rumah (home schooling), di rumah sakit (bagi anak yang rawat inap sangat la ma dan meningalkan sekolah), maupun mungkin di lembaga -lembaga perawatan anak. Anak-anak dengan diagnosis yang sama (misalnya : tunanetra atau tunagrahita), dalam paradigma pendidikan khusus/luar biasa dilayani dengan
cara yang sama berdasarkan label kekhususannya. Sekarang disadari bahwa anak dengan diagnosis medis yang sama ternyata dapat belajar dengan cara yang jauh berbeda. Dengan kata lain, mereka dap at mempunyai kebutuhan pendidikan (special educational needs) yang berbeda-beda (Miriam, 2001). Diagnosis seperti yang dilakukan pada masa lalu atau pendekatan dengan paradigma medis menyebabkan anak-anak diberi label ketunaan yang mengakibatkan gurunya memfokuskan aktivitas layanan pendidikan pada keterbatasan yang disebabkan oleh ketidakmampuannya. Ini mengakibatkan guru tidak menyadari potensi yang ada pada diri anak. Pemberian label dan layanan pendidikan yang terlalu dispesialisasikan menyebabkan banya k guru khusus kehilangan pemahaman yang holistic tentang anak dan, tidak mengunakan pendekatan holistic dalam pembelajaran. Ini mengakibatkan timbulnya anemia pendidikan dan menghambat pengayaan.
Perlu dipahami perbedaan istilah pendidikan kebutuhan khusus (special needs education) dengan istilah kebutuhan khusus akan pendidikan (special educational needs). Seperti telah disebut sebelunya bahwa pendidikan kebutuhan khusus (special needs education) adalah disiplin ilmu yang membahas tentang layanan pendidikan yang disesuiakan bagi semua anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan pekembangan akibat dari kebutuhan khusus tertertu baik yang bersifat temporer maupun yang besifat permanen. Sementara itu istilah kebutuhan khusus akan pendidikan (special educational needs) adalah kebutuhan, hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang dialami oleh seorang anak secara individual. Sejauh ini telah terjadi pergeseran atau pergerakan dalam cara berpikir dari pemahaman yang didasarkan pada pengelompokkan anak menurut identitas atau lebel kecacatan tertentu menuju ke arah pemahaman anak secara holisstik dan melihat anak sebagai individu yang unik.
Dalam perspektif internasional, paradigma pendidikan bagi penyandang cacat telah mengalami perubahan. Perubahan yang p aling utama adalah orientasi dalam mendefinisikan penyandang cacat sebagai obyek formalnya. Pada awalnya yang menjadi sasaran pendidikan luar biasa ( special education) adalah anak atau peserta didik yang mengalami disabilitas cacat ( children with disabilities), dimana anak dilihat dari jenis kecacatannya seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan sebagainya. Sedangkan pada konsep yang terbaru sasaran pendidikan khusus difokuskan pada anak dengan jenis kebutuhan
individu dan hambatan belajar yang dialaminya (special needs and barrier to lerning). Sehubungan dengan hal itu pendidikan luar biasa ( special education) berubah menjadi pendidikan kebutuhan khusus ( special needs education). Dengan paradigma yang baru obyek formal pendidikan luar biasa yang dulu disebut anak luar biasa (ALB) dalam bahasa Inggris disebut disable children atau exceptional children bergeser menjadi anak dengan kebutuhan khusus (ABK) children with special needs atau children with special educational needs. Kebutuhan khusus (special needs) ditinjau dari asalnya bisa dari diri sendiri, dari lingkungan, maupun kombinasi dari keduanya, sedangkan ditinjau dari sifatnya bisa bersifat temporer (sementara) maupun permanen (menetap). Berdasarkan pemahaman ini maka sasaran pendidikan luar biasa (special needs education) menjadi luas dimana anak yang memiliki kebutuhan khusus yang terkait dengan hambatan belajar dan perkembangan.
Di dalam konsep special education (PLB/Pendidikan Khusus) dan system pendidikan segregasi, anak berkebutuhan khusus d ilihat dari segi labeling hambatan atau ketidakmampuannya sebagai dasar dalam memberikan layanan pendidikan, sehingga setiap jenis hambatan harus diberikan layanan pendidikan yang khusus yang berbeda dari hambatan lainnya (dalam prakteknya terdapat sekolah khusus/ Sekolah Luar Biasa untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa). Oleh karena itu terdapat dikotomi antara pendidikan khusus/Pendidikan Luar Biasa/Sekolah Luar Biasa dengan pendidikan biasa/sekolah biasa, dianggap dua hal yang sama sekali berbeda. Den g an k a t a lain fokus utama dari Special Education adalah label kecacatan bukan anak sebagai indvidu yang unik.
Dalam konsep pendidikan kebutuhan khusus semua anak termasuk anak berkebutuhan khsusu dipandang sebagai individu yang unik. Set iap individu anak memiliki perbedaan dalam perkembangan dan memiliki kebutuhan khusus yang berbeda pula. Anak-anak berkebutuhan khusus memiliki hambatan perkembangan dan hambatan belajar akibat dari kecacatan yang dimilinya. Ole h karena itu fokus utama dari pendidikan kebutuhan khusus adalah hambatan belajar dan kebutuhan anak secara individual (Miriam, 2001).
Pendidikan Kebutuhan Khusus adalah layanan bagi anak yang berkebutuhan khusus baik yang bersifat permanent maupun yang temporer, disability non disability dan sangat fokus pada hambatan belajar dan kebutuhan anak secara individual
Pendidikan berkebutuhan khusus pada hambatan belajar dan kebutuhan anak , ruang lingkup garapan disiplin ilmu pendidikan kebutuhan khusus meliputi 3 hal, yaitu:
a) mencegah timbulnya hambatan belajar dan hambatan perkembangan pada setiap siswa
b) mengkompensasikan hambatan yang dimiliki anak menangani hambatan
Sumber Utama : Indra Jaya, M.Pd. dan Dr. Indina Tarjiah, M.Pd 2019. Modul PPG Progam Studi PLB. Kemendikbud
Bagikan Artikel
Komentar
Posting Komentar