Pengertian anak dengan Autisme dan Penyebabnya


Pengertian anak dengan Autisme

Sejarah pengenalan autisme dimulai sejak tahun 1911 ketika Bleuler (Feinstein , (2010))  memperkenalkan  cara berpikir  logis atau realistis dan cara berpikir autistik yang merupakan cara berpikir yang biasa dimiliki oleh anak-anak dan dewasa  dan kedua hal tersebut  bukanlah  suatu kelainan. Dalam anggapan Bleuler, cara berpikir  realistik atau logik muncul terlebih  dahulu baru diikuti dengan cara berpikir autistik dan Bleuler juga memasukkan autisme sebagai salah satu bentuk schizophrenia. Tetapi kedua cara berpikir yang dikemukakan oleh Bleuler adalah hal yang berbeda dengan apa yang kita kenal sekarang sebagai autisme.

Pada   tahun   1943,   Leo   Kanner,   seorang   ahli   ilmu   jiwa   anak -anak, memperkenalkan kata ‘autis’ dalam tulisannya untuk mendeskripsikan 11 pasiennya di Universitas John Hopkins, Amerika Serikat (Mesibov dan Howley, 2003).  Anak-anak  tersebut  memiliki  sedikit  ketertarikan  kepada  orang lain, berbahasa secara aneh, melakukan rutinitas yang sama, menunjukkan gerakan anggota badan yang berbeda dari anak yang lain dan mengulang tingkah laku yang sama.

Pada intinya, Kanner menerangkan bahwa 11 pasien yang digambarkan dalam laporannya mengalami kesulitan pada tiga area utama yaitu sosial, komunikasi dan pemikiran.  Pada perkembangan selanjutnya, ketiga aspek utama dalam autisme disebut sebagai ‘triad of impairments’ dan memunculkan istilah ‘Autism Spectrum Disorders’ (Wing (1996)  dalam Volkmar,  et.al.(2005))  atau dalam Bahasa  Indonesia  disebut sebagai Gangguan  Spektrum Autisme  ( Ginanjar, 2007). Istilah  Autism Spectrum Disorders lebih banyak digunakan dari pada istilah   yang   digunakan   pada   awal  kemunculan   autisme   yaitu   Pervasive Developmental Disorders.

Autisme bukanlah kata baru dalam kehidupan sehari-hari walaupun kata tersebut baru dikenal dan digunakan secara luas di Indonesia sejak tiga dekade terakhir . Bahkan terkadang kata autis digunakan secara kurang benar dan tidak pada tempatnya sehingga penggunaan kata ini mengundang sakit hati bagi keluarga individu autis. Sebagai contohnya para pengguna smart phone model tertentu yang  terlalu  asyik  dengan  smart  phone-nya  disebut  sebagai  autis.  

Untuk mengetahui lebih dalam secara benar tentang autis dan atau autisme, maka paragraf selanjutnya dalam modul ini akan membahas pengertian aut isme. Menurut  Longman Dictionary of American English (Mayor, dkk., 2009) autisme adalah  sebuah  permasalahan  dalam  cara  kerja  otak  yang  menyebabkan seseorang tidak mampu berkomunikasi secara normal, atau untuk membentuk hubungan secara normal. 

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (kbbi.web.id, September, 2019) autisme adalah gangguan perkembangan pada anak    yang    berakibat    tidak    dapat    berkomunikasi   dan    tidak    dapat mengek spresik an perasaan  dan keinginannya  sehingga  perilaku hubungan dengan orang lain terganggu.

Autisme juga merupakan suatu keadaan dimana seseorang anak berbuat semaunya sendiri baik cara berfikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih sangat muda atau bayi. Sedangkan menurut Rimland (Ginanjar, 2007) autisme adalah gangguan yang disebabkan oleh kesalah an pada syaraf otak. Autisme juga bisa diartikan sebagai disabilitas perkembangan yang secara  signifikan berpengaruh terhadap kemampuan berkomunikasi anak secara verbal dan nonverbal, interaksi sosial, dan kinerja pe ndidikan. Autisme bukan suatu gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa, dan kepedulian terhadap sekitar sehingga anak autisme seperti hidup dalam dunianya sendiri (Handojo, 2003).

Autisme atau bisa juga disebut sebagai Gangguan Spektrum Autisme (GSA) bukanlah suatu penyakit sehingga belum ada obat yang bisa digunakan untuk menyembuhkan gangguan yang ditimbulkan. GSA akan menetap pada pemiliknya selama mereka hidup dan karakteristiknya bisa diminimalisir bahkan dihilangkan  dengan  pemberian  perlakuan  tertentu.  GSA 4 kali lebih banyak  terjadi  pada  laki-laki  dibanding  pada  perempuan.  Jumlah  individu  dengan autisme di Indonesia masih belum jelas, sehingga perlu adanya pendataan yang menyeluruh. Sedangkan di Amerika Serikat saat ini prevalensi kejadian autisme pada komunitas adalah 1 orang diantara 88 orang.

Sebagai  kesimpulan,  Autism Spectrum Disorders  atau Gangguan  Spektrum Autisme (GSA) atau autisme merupakan suatu gangguan per kembangan yang kompleks yang muncul pada masa awal perkembangan anak yang ditandai dengan adanya gangguan pada kemampuan komunikasi sosial dan tingkah laku. Autisme akan menetap pada anak sampai mereka dewasa yang gejalanya bisa terkurangi  dengan  memberikan  berbagai macam perlakuan  yang konsisten kepada anak.

Penyebab anak dengan autisme

Pada zaman dulu orang tua, terutama ibu, dianggap sebagai penyebab terjadinya  autisme  pada anak. Sampai ada penyebutan  orang tua sebagai ‘referigerator  mother’ atau ‘ibu ku lkas’. Hal ini disebabkan karena orang tua merespon  keadaan  anak secara ambivalen,  tidak konsisten  dan penolakan (Mesibov & Howley, 2003). Namun anggapan ini banyak ditentang oleh orang tua dan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Sedangkan Tinbergen dan Tinbergen (Jones, 2002) menganggap ada kerusakan dalam proses ikatan antara ibu dan anak.

Disabilitas  pada bagian tertentu  di otak, juga dipercaya  sebagai penyebab autisme. Menurut penelitian (Handoyo, 2002) bagian lobus parietal, temporal dan oksipital pada otak anak dengan autisme bervolume lebih besar dari anak pada umumnya. Selain itu, neuron pada sistem limbik otak anak dengan autisme juga terlihat lebih kecil dan saling berdempetan, sedangkan di area lain mungkin lebih besar atau lebih kecil dari umumnya.

Faktor genetik juga dicurigai sebagai penyebab terjadinya autisme pada individu . Namun, model penurunan atau pewarisan faktor gen dari orang tua ke anak masih belum diketahui dengan jelas. Fokus penelitian tentang penyebab autisme saat ini adalah genetik individu autis, dan banyak hasil penelitian yang menunjukkan  bahwa faktor  gen yang bermutasi menjadi penyebab autisme. 

Autisme bisa mengenai siapa saja, baik sosio -ekonomi mapan maupun kurang, yang dimulai dari masa kanak-kanak yang menetap hingga dewasa dan semua etnis. Autisme tidaklah disebabkan oleh vaksinasi MMR ( Fitzpatrick, 2004 ) yang selama ini masih dipercayai oleh sebagian orang sehingga vaksinasi MMR tidak perlu dihindari.

Penyebab autisme yang lainnya adalah kekurangan nutrisi dan oksigen dal am tubuh anak dengan autisme yang disebabkan oleh kebocoran usus . Usus yang bocor pada anak dengan autisme menyebabkan mereka menjadi kekurangan nutrisi karena sistem pencernaan tidak bisa membedakan antara nutrisi dan racun. Sehingga kedua zat ini terserap dan beredar secara bersamaan dalam tubuh.  Penyebab  yang juga masih banyak dipercayai adalah polusi. Polusi menyebabkan mengendapnya zat berbahaya seperti merkuri dan timbal di dalam tubuh. Kedua zat berbahaya ini banyak juga ditemukan pada darah dan rambut anak dengan autisme.



Sumber Utama : Suprihatin, Ed.D dan Leliana Lianty, M.Pd. 2019.  Modul 6 Pendidikan Anak Dengan Autisme Dan Kesulitan Belajar Spesifik. Kemdikbud


Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar