Mobilitas Sosial : Pengertian, Bentuk, Prinsip, Determinan, Faktor Penghambat, dan Konsekuensi Mobilitas Sosial


Mobilitas Sosial : Pengertian, Bentuk, Prinsip, Determinan, Faktor Penghambat, dan Konsekuensi Mobilitas Sosial

Pengertian Mobilitas Sosial

Menurut Kimball Young (Soekanto, 2002: 249) mobilitas sosial atau gerak sosial atau social mobility adalah suatu gerak dalam struktur sosial (social structure) yaitu  pola-pola  tertentu  yang  mengatur  organisasi  suatu  kelompok  sosial. Struktur sosial mencakup sifat-sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan kelompoknya. 

Pitirim A. Sorokin (Sunarto, 2004) menyebutkan bahwa  mobilitas sosial menjelaskan beberapa perpindahan dari seorang individu atau objek sosial atau nilai, apapun yang diakibatkan karena kreasi atau perubahan akibat aktivitas manusia dari posisi sosial yang satu ke posisi sosial lainnya. 

Horton dan Hunt (1999: 36) menyatakan bahwa mobilitas sosial (social mobility) dapat diartikan sebagai suatu  gerak perpindahan  dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mobilitas sosial adalah posisi sosial seseorang yang mengalami gerak atau perpindahan dari satu posisi sosial ke posisi sosial yang lain. Mobilitas sosial mudah dilaksanakan dalam masyarakat dengan   sistem   stratifikasi   sosial   terbuka   dan   sulit   dilaksanakan   dalam masyarakat berkelas sosial tertutup.

Konsep mobilitas sosial tidak dapat dipisahkan dengan konsep serta dimensi (kriteria) stratifikasi sosial. Seringkali konsep mobilitas sosial disamakan dengan konsep mobilitas penduduk (population mobility).   Secara konseptual, antar keduanya berbeda.  Mobilitas  sosial terfokus pada  perpindahan  status sosial, sedangkan mobilitas penduduk terkait dengan perpindahan secara geografis (teritorial), baik perpindahan tempat tinggal dan atau tempat bekerja.

Bentuk-Bentuk Mobilitas Sosial

Pitirim  A.  Sorokin  menyebut  mobilitas  sosial  dengan  istilah  gerak  sosial (Soekanto, 2002: 249). Ada dua prinsip bentuk gerak sosial meliputi gerak sosial horisontal dan gerak sosial vertikal.

Gerak sosial horisontal merupakan peralihan individu atau obyek-obyek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat, dan  dengan  gerak  sosial  yang  horizontal  tidak  terjadi  perubahan  derajat kedudukan seseorang ataupun suatu obyek sosial. Contoh: Seorang cleaning service beralih profesi menjadi office boy.

Gerak sosial vertikal dimaksudkan sebagai perpindahan individu atau obyek sosial dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Ada dua jenis gerak sosial vertikal, meliputi:  

(a) Gerak sosial vertikal naik (social climbing)

 yaitu masuknya individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi. Contoh: Anak seorang tukang bubur  yang karena ketekunannya menjadi sarjana, yang menjadikan kedudukan keluarganya menjadi terpandang dan naik karena menjadi keluarga “sarjana”; 

(b) Gerak sosial menurun (social sinking) 

mempunyai dua bentuk utama yaitu:

(1)   Turunnya   kedudukan   individu   ke   kedudukan   yang   lebih   rendah derajatnya. Contoh: Seseorang pejabat sebuah instansi yang kaya dan terhormat, tiba-tiba diketahui telah menyelewengkan uang perusahaan, akhirnya  ia  dipecat,  harta  kekayaannya disita dan  ia  menjadi  orang miskin dan pengangguran.

(2)  Turunnya derajat kelompok individu yang dapat berupa disintegrasi kelompok sebagai kesatuan. Contoh: Sekelompok buruh yang berdemo menuntut kesejahteraan dan jaminan kerja dapat mengalami disintegrasi dengan seluruh buruh yang ada.

Henslin (2006: 221-222) menyebut ada tiga tipe dasar mobilitas yaitu mobilitas antargenerasi, mobilitas struktural dan mobilitas pertukaran.

Mobilitas antargenerasi (intergenerational mobility) merujuk pada suatu perubahan yang terjadi di antara generasi-generasi. Jika generasi sekarang (anak) berada pada tingkat kelas sosial lebih tinggi dari generasi sebelumnya (orang tua), maka keadaan ini dinamakan mobilitas sosial ke atas (upward social mobility). Sebaliknya, apabila seorang anak dalam bisnisnya mengalami kebangkrutan, lantas kemudian meminta bantuan orang tuanya, maka kondisi ini dinamakan mobilitas sosial ke bawah (downward social mobility).

Mobilitas struktural (structural mobility) merujuk pada perubahan dalam masyarakat yang menyebabkan sejumlah besar orang naik atau turun tangga kelas sosial. Pesatnya perkembangan teknologi dan globalisasi telah membuka banyak peluang untuk bermobilitas dengan menghadirkan beragam jenis pekerjaan baru. Sejumlah besar orang mengikuti pendidikan, pelatihan, kursus, pindah pekerjaan dari kerah biru ke kerah putih. Meskipun hal ini melibatkan upaya individu, namun yang melandasi mobilitas ini adalah  perubahan pada struktur pekerjaan. Dengan kata lain, perubahan status seseorang bukan karena perilaku individu melainkan karena perubahan struktural dalam masyarakat.

Mobilitas pertukaran (exchange mobility) terjadi ketika sejumlah besar besar masyarakat naik dan turun tangga kelas sosial secara seimbang, proporsi kelas- kelas sosial tetap sama. Diandaikan bahwa sebanyak satu juta orang dilatih dengan teknologi baru lalu mereka naik tingkat kelas sosial. Di sisi lain ada sekitar satu juta orang yang tergeser kelas sosialnya akibat kegagalan pengembangan perusahaan atau terkena pemutusan hubungan kerja. Diasumsikan hasil akhirnya adalah keseimbangan, dan sistem kelas pada dasarnya tetap tak tersentuh.

Prinsip-Prinsip Umum Mobilitas Sosial

Dalam  mempelajari mobilitas sosial, harus dipahami beberapa  prinsip  umum yang terdapat di dalam mobilitas itu sendiri (Kanto, 2007).

1.  Tidak  ada  masyarakat  yang  memiliki  sistem  stratifikasi  sosial  mutlak tertutup (absolutely closed social stratification) di mana sama sekali tidak ada mobilitas sosial vertikal.  Dalam masyarakat yang menerapkan sistem kasta sekalipun, proses mobilitas sosial vertikal pasti terjadi, hanya saja frekuensinya sangat terbatas.   Misalnya turun dari kasta atas karena melakukan penyimpangan norma, atau dari kasta bawah bisa naik ke kasta yang lebih atas melalui perkawinan.

2.  Betapapun terbukanya sistem stratifikasi sosial tak mungkin bersifat mutlak terbuka (absolutely open social stratification).  Artinya, mobilitas sosial tidak dapat dilakukan sebebas-bebasnya, sedikit banyak pasti ada hambatan- hambatannya, terutama untuk mobilitas sosial vertikal naik.

3.  Sistem  stratifikasi  sosial  dalam  masyarakat  cenderung  bersifat  relatif terbuka (relatively open social stratification) atau relatif tertutup (relatively closed social stratification).   Pada masyarakat yang satu memiliki sistem statifikasi  sosial  yang  relatif  lebih  terbuka  dibandingkan  masyarakat lainnya, atau sebaliknya. Ini berarti bahwa fenomena terjadinya mobilitas sosial dalam masyarakat cukup beragam.

4.  Mobilitas sosial yang berlaku secara umum bagi semua tipe masyarakat tidak mungkin ada, karena setiap masyarakat cenderung memiliki ciri-ciri spesifik bagi proses mobilitas sosialnya.   Hal ini bisa disebabkan karena perbedaan budaya, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan lingkungannya.

5. Beragam faktor, baik sosio-kultural, ekonomi bahkan politik, cenderung memiliki pengaruh yang berbeda terhadap laju mobilitas sosial dalam masyarakat maupun negara.

Determinan Mobilitas Sosial

Fenomena mobilitas sosial sangat kompleks, oleh karena itu baik faktor penentu maupun prosesnya juga sangat beragam. Dalam masyarakat terdapat beberapa faktor penyebab pokok mobilitas sosial, antara lain (Kanto, 2007):

1)  Sifat dari sistem stratifikasi sosial dalam masyarakat

Pada masyarakat yang memiliki sistem stratifikasi sosial relatif terbuka akan memberi peluang meningkatnya proses mobilitas sosial vertikal naik. Sebaliknya yang relatif tertutup bisa menghambat proses mobilitas sosial vertikal naik. Sifat sistem stratifikasi sosial ini kurang berpengaruh (cenderung netral) terhadap proses mobilitas sosial horisontal.

2)  Kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat

a) Nilai dan norma sosial yang dulunya menghambat proses mobilitas sosial secara bertahap berubah menjadi netral dan bahkan memberikan toleransi meningkatnya proses mobilitas sosial, baik vertikal maupun horisontal. Pengaruh yang cukup signifikan terlihat dari meningkatnya proses mobilitas sosial  kaum  perempuan,  terutama di daerah pedesaan, baik di  bidang pendidikan maupun pekerjaan.

b) Tingkat pendidikan masyarakat yang semakin maju.  Merupakan salah satu faktor pendorong terciptanya masyarakat maju dan modern yang sarat dengan proses mobilitas sosial.  Meningkatnya fenomena mobilitas sosial dalam masyarakat transisi (dari tradisional ke modern) dan masyarakat modern, pada gilirannya akan berdampak pada semakin kompleksnya struktur stratifikasi sosial.

c) Kondisi   ekonomi   masyarakat.  Cukup   baiknya   kondisi   ekonomi masyarakat akan memberikan peluang yang besar terhadap laju mobilitas sosial  vertikal  karena  sifatnya  yang  kumulatif.     Dipihak  lain,  kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan, misalnya kemiskinan, cenderung memotivasi individu untuk melakukan mobilitas sosial agar bisa keluar dari lingkaran kemiskinan dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih sejahtera.

3) Kondisi lingkungan luar yang memberi peluang terjadinya mobilitas sosial

a)     Nilai dan norma sosial yang lebih longgar

b)     Kesempatan kerja dan peluang berusaha cukup tersedia

c)     Peluang untuk berprestasi (peningkatan karier) lebih besar

d)     Fasilitas umum (misalnya lembaga pendidikan) cukup memadai

e) Adaptasi antar budaya relatif mudah, baik melalui proses asimilasi budaya maupun akulturasi.

4) Motivasi individu, khususnya generasi muda untuk melakukan mobilitas sosial.

 Hal ini ada kaitannya dengan motivasi yang  cukup besar untuk melakukan perubahan,  dan cenderung mulai meninggalkan sifat fatalistik (pasrah pada nasib)

5) Tersedianya   saluran  mobilitas   sosial,  

Menurut   Pitirim   A.   Sorokin (Soekanto,  2002:  252-254),  proses  mobilitas  sosial  vertikal     melalui saluran-saluran tadi disebut social circulation. Adapun saluran yang terpenting adalah angkatan bersenjata, lembaga-lembaga keagamaan, sekolah-sekolah, organisasi politik, organisasi ekonomi dan organisasi profesi.

Sementara    itu    Sadiyo    (1996:   26-28)   menyebutkan    faktor-faktor   yang mempengaruhi mobilitas sosial sebagai berikut:

1) Perubahan kondisi sosial. Struktur masyarakat dapat berubah dengan sendirinya  karena  adanya  perubahan  dari  dalam  maupun  dari  luar masyarakat. Kemajuan teknologi misalnya dapat membuka kemungkinan timbulnya mobilitas ke atas, perubahan ideologi pun juga dapat menimbulkan stratifikasi baru.

2) Ekspansi   teritorial   dan   gerak   populasi.   Ekspansi   teritorial   dan perpindahan penduduk yang cepat, membuktikan ciri fleksibilitas struktur sosial dan mobilitas sosial.

3) Pembatasan komunikasi. Situasi-situasi yang membatasi komunikasi di antara strata yang beraneka ragam itu menghalangi pertukaran pengetahuan dan pengalaman di antara mereka. Hal ini akan memperkokoh garis pembatas di antara strata yang ada, dan akan menghalangi mobilitas sosial.

4) Pembagian kerja. Besarnya kemungkinan bagi terjadinya mobilitas, relatif dipengaruhi oleh tingkat pembagian kerja yang ada. Jika tingkat pembagian kerja tinggi dan sangat dispesialisasikan, maka mobilitas sosial akan menjadi lemah, karena mobilitas sosial akan menyulitkan individu bergerak dari   satu   stata   ke   strata   lain,   karena   spesialisasi   kerja   menuntut ketrampilan khusus.

5)      Tingkat fertilitas yang berbeda

Tingkat kelahiran yang tinggi dari kelas-kelas yang lebih rendah membatasi anggota-anggota keluarganya meningkatkan mobilitas sosial akibat rendahnya tingkat kehidupan secara ekonomis.

6)      Situasi politik

Tidak sedikit penduduk meninggalkan negara sendiri pindah ke negara lain karena sistem politik di negaranya yang tidak mereka setujui. Misalnya pengungsi Myanmar, Kamboja, Afganistan , dan lain-lain.

Faktor Penghambat Mobilitas Sosial

Masyarakat selalu berusaha untuk meningkatkan kesejahteraannya dengan mengadakan mobilitas sosial, namun usaha itu selalu ada hambatan-hambatan. Adapun berbagai faktor yang menghambat  terjadinya mobilitas sosial, antara lain:

1) Kemiskinan   dapat   membatasi   kesempatan   bagi   orang-orang   untuk berkembang dan mencapai kemajuan sosial. Kemiskinan ini bukan hanya kemiskinan material, tetapi juga kemiskinan struktural, kemiskinan kultural, dan kemiskinan mental.

2)   Perbedaan jenis kelamin dalam masyarakat berpengaruh dalam prestasi,

kekuasaan,  status  sosial,  dan  kesempatan-kesempatan  untuk meningkatkan derajat kehidupan. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan mobiltias ke atas. Dalam banyak masyarakat, pria dipandang lebih tinggi dan cenderung menjadi lebih mobil daripada wanita.

3) Perbedaan  rasial  dan  agama;  dalam  kaitan  dengan  status  sosial, merupakan  faktor  penting  bagi    terciptanya  sistem  kelas  tertutup  atau kasta, yang tidak memungkinkan mobilitas vertikal, misalnya sistem kasta di India. Pada masyarakat yang memiliki perbedaan tajam tentang rasial, maka hanya mereka yang superior yang dianggap mampu untuk melaksanakan berbagai aktivitas sosial, sedangkan mereka yang dianggap inferior sangat dibatasi gerak sosialnya.

4) Diskriminasi  kelas  dalam  sistem  kelas  terbuka  dapat  juga  menjadi perintang   mobilitas   ke   atas   seperti   terbukti   melalui   pembatasan keanggotaan dari organisasi tertentu dalam masyarakat.

5) Proses sosialisasi dalam subkultur. Kadang-kadang kelas-kelas sosial menjadi subkultur di mana seseorang berkembang sejak kecil dan mengalami proses sosialisasi, sehingga dapat menjadi pembatas mobilitas ke atas. Anak-anak dari kelas menengah misalnya diajar dan dilatih untuk menyesuaikan diri dengan kelasnya dalam peranan, harapan, nilai, dan norma yang ada.

Konsekuensi Mobilitas Sosial

Sadiyo (1996: 28-29) menyebutkan bahwa adanya mobilitas dalam masyarakat akan menimbulkan beraneka ragam akibat atau konsekuensi (dampak) baik yang negatif maupun positif, seperti kemungkinan timbulnya konflik antar kelas, antar kelompok sosial, dan antar generasi serta kemungkinan terjadinya penyesuaian kembali setelah terjadinya konflik.

Konsekuensi lain yang ditimbulkan dari mobilitas sosial, baik yang secara vertikal maupun horizontal dapat memberikan akibat yang positif, baik bagi orang yang mengalami mobilitas itu sendiri maupun bagi masyarakat. Beberapa akibat yang menimbulkan dampak positif dari mobilitas sosial antara lain:

1) Orang-orang  akan  berusaha  untuk  berprestasi  atau  berusaha  untuk maju. Karena adanya kesempatan atau keterbukaan untuk pindah dari lapisan bawah ke lapisan atas, mendorong orang untuk bekerja keras mencapai lapisan atau kedudukan yang lebih tinggi.

2) Mobilitas  sosial  akan  lebih  mempercepat  tingkat  perubahan  sosial masyarakat ke arah yang lebih baik. Mobilitas sosial mendorong masyarakat mengalami perubahan sosial ke arah yang diinginkan. Perubahan dari masyarakat agraris ke masyarakat industri akan lebih cepat   terjadi   bila   didukung   oleh   mobilitas   sosial   vertikal   dalam pendidikan masyarakat.

Masyarakat yang dinamis menciptakan harapan-harapan yang tidak selalu dapat dipenuhi, sehingga dapat menimbulkan ketidakpuasan  dan  ketida kbahagiaan. Menurut Horton dan Hunt (1999: 39), ada beberapa konsekuensi negatif dari adanya mobilitas sosial vertikal yaitu:

1) Kecemasan akan terjadi penurunan status bila terjadi mobilitas menurun

2) Ketegangan (stress) dalam mempelajari peran baru dari status jabatan yang meningkat.

3) Keretakan hubungan antar anggota kelompok primer, karena seseorang berpindah status yang lebih tinggi atau ke status yang lebih rendah.

4) Meningkatnya mobilitas geografis, yang bisa saja membawa kerugian.

Beberapa studi lain (Horton dan Hunt, 1999: 41; Henslin, 2006: 219-221) mengemukakan bahwa mobilitas menurun berkaitan dengan banyak hal yang berkaitan dengan dampak negatif terhadap mental-emosional seseorang, seperti gangguan kesehatan, frustasi, perasaan terasing, keterpencilan  sosial, hingga berdampak pada keretakan keluarga. Masalah mental akan berdampak lebih besar bila merupakan bagian stres yang terkait dengan kemiskinan. 



source: modul belajar mandiri pppk ips sosiologi, Pembelajaran 3. Struktur Sosial, kemdikbud

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar