Status sosial dan Peran Sosial


Status sosial dan Peran Sosial


Dalam teori sosiologi, unsur-unsur sistem stratifikasi sosial dalam masyarakat adalah kedudukan (status) dan peran (role). Kedudukan dan peran di samping unsur pokok dalam sistem berlapis-lapis dalam masyarakat, juga mempunyai arti yang sangat penting bagi sistem sosial masyarakat. Status menunjukkan tempat atau posisi seseorang dalam masyarakat, sedangkan peranan menunjukkan aspek dinamis dari status, merupakan suatu tingkah laku yang diharapkan dari seorang individu tertentu yang menduduki status tertentu. Untuk jelasnya akan dibicarakan masing-masing unsur tersebut di atas.

a.  Kedudukan (status) sosial 

Status dan status sosial (social status) adalah dua istilah yang sering dibedakan (Soekanto,  2002:239).  Status  adalah  sebagai  tempat  atau  posisi  seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang-orang lain dalam kelompok tersebut. Sedangkan status sosial adalah posisi seseorang  secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, hak-hak dan kewajiban-kewajibannya. Status sosial tidaklah semata-mata merupakan kumpulan posisi seseorang dalam kelompok yang  berbeda,  tetapi  status  sosial  tersebut  mempengaruhi  posisi  orang  tadi dalam kelompok sosial yang berbeda.

Oleh karena status diartikan sebagai posisi seseorang dalam suatu pola atau kelompok sosial, maka seseorang dapat mempunyai beberapa posisi sekaligus. Misalnya, Pak Johan sebagai warga masyarakat merupakan kombinasi dari berbagai posisi, yaitu sebagai kepala sekolah, ketua rukun warga, suami dari nyonya Rina, ayah dari anak-anaknya, dan sebagainya. Untuk mengukur status seseorang menurut Pitirim Sorokin (Suyanto dan Narwoko, 2004: 156) secara rinci dapat dilihat dari: 

1) jabatan atau pekerjaan 

2) pendidikan; 

3) kekayaan; 

4) kekuasaan; 

5) keturunan, dan 

6) agama.

Status pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua jenis, yakni yang bersifat objektif dan subjektif. Status objektif merupakan status yang dimiliki seseorang secara  hierarkhis  dalam  struktur  formal  suatu  organisasi.  Jabatan  sebagai direktur merupakan posisi status yang bersifat objektif dengan hak dan kewajiban yang  terlepas  dari  individu.  Sedangkan,  yang dimaksud  status  yang  bersifat subjektif adalah status yang menunjukkan hasil dari penilaian orang lain, dimana sumber status yang berhubungan dengan penilaian orang lain tidak selamanya konsisten untuk seseorang. Contoh status seseorang karena faktor-faktor: keturunan, kualitas pribadi (prestasi), kepemilikan, dan kekuasaan.

Dalam masyarakat seringkali status dibedakan menjadi tiga macam (Soekanto,2002: 240), yaitu:

1) Ascribed-status.  

Status  ini  diartikan  sebagai  status  seseorang  dalam masyarakat yang diperoleh  karena kelahiran. Misalnya kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula, seorang anak dari kasta Brahmana juga akan memperoleh kedudukan dalam kasta Brahmana. Kebanyakan ascribed-status dijumpai pada masyarakat dengan sistem stratifikasi sosial yang tertutup, seperti sistem stratifikasi berdasarkan perbedaan   ras.   Meskipun   demikian,   bukan   berarti   bahwa   dalam masyarakat dengan sistem stratifikasi sosial terbuka tidak ditemui adanya ascribed-status. Misalnya, pada sebagian masyarakat, kedudukan laki-laki dalam suatu keluarga akan berbeda dengan kedudukan isteri dan anak- anaknya, karena pada umumnya laki-laki (ayah) akan menjadi kepala keluarga.

2) Achieved-status, 

yaitu status yang dicapai oleh seseorang dengan usaha- usaha yang sengaja dilakukan. Kedudukan ini bersifat terbuka bagi siapa saja   tergantung   dari   kemampuan   dari   masing-masing   orang   dalam mengejar dan mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya, setiap orang bisa menjadi dokter, hakim, guru, dan sebagainya, asalkan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

3) Assigned-status   

sangat   erat   hubungannya   dengan   achieved-status, artinya suatu kelompok atau golongan memberikan status yang lebih tinggi kepada seseorang karena telah berjasa pada masyarakat.

Status seseorang dalam masyarakat sebenarnya dapat dilihat melalui kehidupan sehari-harinya yang merupakan ciri-ciri tertentu. Dalam sosiologi hal ini disebut sebagai  simbol  status  (status  symbol).  Hal  ini  dapat  terjadi  karena  ciri-ciri tersebut telah menjadi bagian dari hidup mereka, dan seringkali telah melembaga (institutionalized)  atau   bahkan   terinternalisasi  (internalized).   Simbol   status tersebut nampak dalam cara berpakaian, pergaulan, memilih tempat tinggal dan sebagainya.  Contoh,  gaya  hidup  orang  kelas  atas  tentunya  akan  berbeda dengan kehidupan keseharian orang kelas bawah.

b.  Peran Sosial (role)

Peran (role) merupakan aspek yang dinamis dari status. Artinya seseorang telah menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan statusnya, maka orang tersebut telah melaksanakan sesuatu peran. Keduanya tak dapat dipisahkan karena satu dengan yang lain saling tergantung, artinya tidak ada peran tanpa status dan tidak ada status tanpa peran. Sebagaimana kedudukan, maka setiap orang pun dapat mempunyai macam-macam peran yang berasal dari pola pergaulan hidupnya. Hal tersebut berarti pula bahwa peran tersebut menentukan apa yang diperbuat seseorang bagi masyarakat serta kesempatan- kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Peran sangat penting karena dapat mengatur tingkah laku seseorang, disamping itu peran menyebabkan seseorang dapat meramalkan perbuatan orang lain pada batas- batas tertentu, sehingga seseorang dapat menyesuaikan perilakunya sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya.

Peran yang melekat pada diri seseorang, harus dibedakan dengan posisi atau tempatnya dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat (social-position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu dalam organisasi masyarakat. Sedangkan peran lebih banyak menunjukkan pada fungsi artinya seseorang menduduki suatu posisi tertentu dalam masyarakat dan menjalankan suatu peran. Levinson menyebutkan bahwa suatu peran paling sedikit mencakup tiga hal, yaitu (Soekanto, 2002: 244):

1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.

2. Peran adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat, dan

3. Peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang  penting bagi struktur sosial masyarakat.

Dalam kehidupan bermasyarakat seseorang pasti memiliki kedudukan yang lebih dari  satu,  akan  tetapi  dengan  adanya  berbagai  kedudukan  yang  dimiliki seseorang tidak jarang terjadi berbagai pertentangan ataupun konflik antara kedudukan  yang  satu  dengan  yang  lainnya,  dalam  sosiologi  inilah   yang dinamakan dengan konflik status (status-conflict). Konflik status adalah konflik batin yang dialami seseorang sebagai akibat aadnya beberapa status yang dimilikinya yang saling bertentangan. Contoh, Pak Amir adalah seorang anggota polantas. Pada saat  razia di jalan, ternyata Andi, anaknya, ikut terjaring razia. Pak Amir bingung harus memilih status mana yang harus ia lakukan, apakah seorang polantas ataukah seorang ayah.

Jika seseorang dalam waktu bersamaan mempunyai status yang harus dipilih sehingga mengakibatkan konflik status, maka dalam peranan pun demikian. Konflik peranan adalah suatu peranan yang harus dilakukan seseorang dalam waktu bersamaan, dalam  hal  ini peranan-peranan  yang  terdapat  dalam  satu status. Contoh, Pak Lurah sedang menghadiri rapat penting dengan perangkat desa, pada waktu bersamaan di ujung desa ada konflik antar warga. Saat itu terjadi  konflik  peranan  yang  dialami  pak  lurah, apakah  ia  melanjutkan  rapat penting tersebut ataukah melerai warga yang bertikai.

Di sisi lain terkadang juga terjadi pemisahan antara individu dengan perannya, hal ini dinamakan dengan (role distance). Role distance terjadi apabila seseorang merasa tertekan dengan peran yang dimilikinya, karena peran yang dimilikinya tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna. Contoh, seorang anggota DPR mengundurkan diri karena merasa tidak dapat memenuhi harapan masyarakat yang telah memilihnya.

Peranan dapat membimbing seseorang dalam berprilaku, karena fungsi peran sendiri adalah sebagai berikut (Suyanto dan Narwoko, 2004:160):

1. Memberi arah pada proses sosialisasi

2. Pewarisan    tradisi,    kepercayaan,    nilai-nilai,    norma-norma    dan pengetahuan

3. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat

4. Menghidupkan  sistem  kontrol  sosial,  sehingga  dapat  melestarikan kehidupan masyarakat.

Peranan sosial dalam masyarakat dapat diklasifikasikan menurut beberapa sudut pandang sebagai berikut (Hendropuspito, 1989:185):

Berdasarkan pelaksanaannya, peranan sosial dapat dibedakan menjadi dua yaitu 

(1) peranan yang diharapkan (expected roles): 

cara ideal dalam pelaksanaan peranan menurut penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan  dilaksanakan  secermat-cermatnya  dan  peranan  ini  tidak  dapat ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang ditentukan. Peranan jenis ini antara lain  peranan  hakim, peranan  protokoler  diplomatik,  dan  sebagainya; dan  

(2) peranan yang disesuaikan (actual roles), 

yaitu cara bagaimana sebenarnya peranan itu dijalankan. Peranan ini pelaksanaannya lebih luwes, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu. Peranan yang disesuaikan mungkin tidak cocok dengan situasi setempat, tetapi kekurangan yang muncul dapat dianggap wajar oleh masyarakat.

Berdasarkan cara memperolehnya, peranan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: 

(1)  peranan  bawaan  (ascribed  roles),  yaitu  peranan  yang  diperoleh  secara otomatis, bukan  karena usaha, misalnya peranan  sebagai nenek, anak, dan sebagainya;  dan  

(2)  peranan  pilihan  (achieved  role),  yaitu  peranan  yang diperoleh atas dasar keputusannya sendiri, misalnya seseorang yang memutuskan untuk memilih menjadi Guru Sosiologi



source: modul belajar mandiri pppk ips sosiologi, Pembelajaran 3. Struktur Sosial, kemdikbud

Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar