Makna Denotatif dan Makna Konotatif Dalam Bahasa Indonesia : Pengertian Dan Contohnya


Makna Denotatif dan Makna Konotatif Dalam Bahasa Indonesia : Pengertian Dan Contohnya

Sebelum membahas terkait dengan jenis-jenis makna, mari kita pahami dahulu apa yang disebut dengan makna. Pada bagian pendahuluan di  atas sudah dijelaskan bahwa objek kajian semantik adalah makna. Bentuk-bentuk kebahasaaan akan berhubungan dengan makna yang dimilikinya. Bapak linguistik modern, Ferdinand de Saussure mengatakan bahwa setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu signifie dan signifiant. Signifie mengacu pada konsep atau makna dari suatu tanda bunyi, sedangkan signifiant mengacu pada bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem dalam bahasa yang bersangkutan. 

Oleh karena itu, setiap bentuk kebahasaan terdiri dari dua unsur, yaitu bentuk dan makna. Bentuk berupa elemen fisik sebuah tuturan. Bentuk mempunyai tataran dari mulai yang terkecil hingga terbesar, yaitu dimulai dari fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Berbagai bentuk kebahasaan tersebut ada yang memiliki konsep yang bersifat mental yang disebut sebagai makna. Lebih lanjut, Saussure mengatakan bahwa hubungan bentuk dan makna bersifat arbitrer dan konvensional.

Bahasa bersifat arbitrer artinya semaunya/sesukanya. Tidak ada hubungan yang wajib antara bentuk dan makna. Bahasa bersifat arbitrer menunjukkan bahwa tidak ada hubungan klausal, logis, alamiah atau sejarah. Bahasa bersifat konvensional menunjukkan adanya kesepakatan bersama antarpenutur. Ini menunjukkan bahwa bahasa sebagai alat komunikasi juga diatur dalam konvensi tertentu.

Bentuk kebahasaan berhubungan dengan konsep dalam pikiran manusia yang dikenal dengan istilah makna. Konsep seperti ini umumnya berhubungan dengan sesuatu di luar bahasa yang biasa disebut dengan referen. Makna tersebut terdapat dalam satuan bahasa seperti morfem, kata,  frasa, klausa, kalimat, paragraf hingga wacana. Untuk memahami lebih jauh tentang makna coba kita cermati kata rawan. Ketika kita tidak tahu apa makna rawan, maka kita akan mencari makna kata tersebut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang memiliki makna ‘mudah menimbulkan gangguan keamanan atau bahaya’. 

Dari makna tersebut, kita juga harus mengetahui makna mudah, menimbulkan, gangguan, keamanan, atau, dan bahaya. Dengan demikian, bentuk-bentuk kebahasaan, seperti morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana memiliki konsep yang disebut dengan makna. Makna adalah konsep abstrak pengalaman manusia tentang sesuatu, tetapi makna bukan pengalaman setiap individu (Wijana dan Rohmadi, 2008: 11). Makna digunakan sebagai penghubung bahasa dengan dunia luar sesuai dengan kesepakatan penutur bahasa sehingga antarindividu dapat saling mengerti (Djayasudarma, 2012: 7). 

Setelah Anda mengerti tentang konsep makna, mari kita lanjutkan pembahasan kita tentang Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Makna Denotatif

Makna denotatif adalah makna yang sesungguhnya, makna dasar yang merujuk pada makna yang lugas atau dasar dan sesuai dengan kesepakatan masyarakat pemakai bahasa (Suwandi, 2008: 80). Pateda (1989: 55) mengatakan bahwa makna  denotatif  merujuk  pada  acuan  tanpa  “embel-embel” apapun.  Makna denotatif menurut Chaer (1995: 65) sering juga disebut sebagai makna denotasional, makna  konseptual, atau  makna  kognitif  jika  dilihat  dari  sudut pandang  yang  lainnnya.  Makna  denotatif  juga  berhubungan dengan  makna referensial karena makna denotasi ini kadang dihubungkan dengan hasil pengamatan seseorang melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perasaan secara langsung. Oleh karena itu, makna denotasional berhubungan dengan informasi faktual yang objektif. Lebih lanjut Chaer (1995: 66) menghubungkan makna denotatif dengan makna yang sesungguhnya. Kata ibu dan mak mempunyai makna denotatif yang sama ‘orang tua perempuan’. Kata ayah dan bapak juga memiliki makna denotatif yang sama ‘orang tua perempuan’.

Kata ibu dan mak, kata ayah dan bapak pada contoh di atas memang memiliki makna denotasi yang sama, namun memiliki nilai yang yang berbeda. Dalam penggunaannya di masyarakat, kata ibu memiliki nilai rasa yang lebih tinggi dibandingkan kata mak. Kata ayah juga memiliki nilai rasa yang lebih tinggi dibandingkan dengan kata bapak. Mungkin kita akan bertanya mengapa dalam penggunaanya bisa terjadi demikian. Dalam masyarakat makna sebuah kata dapat memiliki nilai rasa tambahan karena pandangan dan nilai rasa yang dimiliki budaya masyarakat.  Akibatnya,  ada  beberapa  makna  yang  memiliki  makna tambahan karena dipengaruhi faktor nilai rasa dan budaya pemakainnya.

Makna Konotatif

Makna denotasi sering disandingkan dengan makna konotasi. Konotasi sebagai sebuah leksem, merupakan seperangkat gagasan atau perasaan yang mengelilingi leksem tersebut dan juga berhubungan dengan nilai rasa yang ditimbulkan oleh leksem tersebut. Nilai rasa berhubungan dengan rasa hormat, suka/senang, jengkel, benji, dan sebagainya (Suwandi, 2008: 83). Lebih lanjut Suwandi memberikan contoh pemakaian kata langsing dan kurus yang memiliki makna denotatif yang sama.

(11) Tubuhnya sangat langsing.

(12) Tubuhnya sangat kurus.

Jika dihubungkan dengan keadaan fisik seseorang kedua langsing dan kurus memiliki makna denotasi ‘berat badan yang kurang’. Dalam penggunaannya, kedua kata tersebut memiliki makna konotasi yang berbeda. Langsing merujuk pada berat badan yang ideal, biasanya menjadi idaman bagi perempuan, sedangkan kata kurus berkonotasi negatif karena kurang makan, kurang gizi, atau karena penyakit. Dengan demikian, kata langsing berkonotasi baik dan kata kurus berkonotasi kurang baik. Perhatikan contoh lainnya.

(13)     Satpol PP menertibkan para gelandangan.

(14)     Satpol PP menertibkan para tunawisma.

Kata gelandangan dan tunawisma merujuk pada makna orang yang tidak memiliki tempat tinggal. Akan tetapi, kedua kata tersebut memiliki makna konotasi yang berbeda. Gelandangan memiliki konotasi yang kurang baik, sedangkan tunawisma memiliki konotasi yang lebih baik. Penggunaan kata tunawisma dianggap lebih baik dan sopan daripada gelandangan. 




Sumber: Wahyudin, Ahmad. 2019. Pendalaman Materi Bahasa Indonesia Modul 2 Semantik dan Wacana. Kemdikbud.


Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar