Pengertian Penguasaan Qawaid Lughoh



Penguasaan Qawaid Lughoh

1)   Pengertian Penguasaan Qawaid


         Kata penguasaan dalam KBBI diartikan sebagai sebuah proses, cara, perbuatan menguasai atau menguasakan.[1] Atau dalam definisi lain dikatakan bahwa penguasaan adalah termasuk dari ranah kognitif yang mana ranah ini paling banyak dinilai oleh para Guru disekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.[2] Dalam ranah ini terdapat 6 jenjang proses berfikir: pengetahuan atau hafalan (knowledge), penerapan (application), pemahaman (comprehension), analisis (analysis), sintesis (syintesis) dan penilaian (evaluation).

         Qawaid merupakan jama dari kata qaidah yang berarti aturan, undang-undang.[3] Qawaid adalah aturan-aturan atau kaidah-kaidah yang terdapat dalam menyusun kalimat bahasa Arab, di mana cabang dari ilmu qawaid ini sangat banyak diantaranya adalah ilmu nahwu dan sharaf. Nahwu adalah ilmu tentang pokok-pokok yang dengannya dapat diketahui hal-ihwal, kata-kata bahasa arab dari segi i’rob dan bina’nya, yaitu dari sisi yang dihadapinya dalam keadaan kata-kata itu disusun. Didalamnya diketahui apa yang wajib terjadi dari harakat akhir dari suatu kata, dari rofa’, nasab, jar, atau jazem, atau tetap saja pada suatu keadaan setelah kata tersebut tersusun didalam suatu kalimat.[4]

         Qawaid merupakan kaidah-kaidah bahasa yang lahir setelah adanya bahasa itu, dan telah digunakan oleh penggunanya. Kaidah-kaidah ini lahir karena adanya kesalahan-kesalahan dalam penggunaan bahasa. Oleh karena itu, qawaid dipelajari agar pemakaian bahasa mampu berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Arab dengan baik dan benar Jadi dalam pembelajarannya siswa tidak cukup dengan menghafal kaidah-kaidah nahwu saja, melainkan setelah menghafal siswa harus menerapkan kaidah itu didalam latihan membaca dan menulis teks berbahasa Arab.

         Qawaid bahasa Arab atau ulumul Arabiyyah adalah berbagai fan ilmu yang di pelajari untuk menjaga ucapan dan tulisan dari kesalahan. Qawaid ilmu nahwu, Rasm, Ma'ani, Bayan, Badi, Arud, Qawafi, Qarad al-Shir, insya, kitabah, Tarikh al-Adab dan matan al-Lughah.terdiri dari 13 fan ilmu yaitu sharaf, i'rab atau yang lebih di kenal Tapi diantara berbagai fan ilmu tadi, yang paling penting adalah sharaf dan nahwu.[5] 

1.      Definisi ilmu nahwu


         Nahwu menurut bahasa berarti tujuan, contoh, ukuran, bagian dan sebagainya. Sedangkan menurut  Syaikh Musthofa Al-ghuyalaini adalah ilmu tentang  kaidah kaidah yang dengannya diketahui keadaan kata bahasa Arab dari segi i’rab dan mabninya. Artinya dari segi keadaan susunannya kita bisa mengetahui akhir kata tersebut dalam keadaan rafa, nashab, jar, jazem, ketika berada dalam suatu kalimat.[6]

2.   Definisi ilmu sharaf


           Secara bahasa sharaf  berarti memalingkan, menolak dan menyesat.[7] Adapun secara istilah berarti ilmu untuk mengetahui perubahan-perubahan bangunan kata yang bukan dari segi i’rabnya, seperti mengetahui shahih, mudaafnya atau beri’latnya suatu kata dan gejala gejalanya baik berupa terjadinya pergantian, pemindahan, pembuangan atau perubahan syakal (harakat yang bukan akhir pada kata)[8].

           Dalam bahasa Arab, morfologi di istilahkan sebagai ilmu sharaf yaitu ilmu yang mempelajari seluk beluk bentuk kata dalam bahasa Arab. Syaikh Musthofa Al-ghuyalaini memaparkan definisi ilmu sharaf sebagai ilmu yang mengkaji akar kata untuk mengetahui bentuk-bentuk kata Arab dengan segala hal ikhwalnya di luar i’rab dan bina, lebih lanjut dia berkata sharaf adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk kata dalam bahasa Arab berikut  hal ikhwalnya di luar i’rab dan bina. Dalam ilmu sharaf, kata-kata di bahas dari sisi perubahan bentuknya, i’lal, idgham dan ibdal juga hal-hal yang harus terjadi dalam pembentukan kata sebelum menjadi kalimat[9].

                      Tujuan pembelajaran qawaid


Tujuan pembelajaran qawaid, baik nahwu maupun sharaf adalah sebagai berikut:

1.      Membebani peserta didik dengan kaidah-kaidah kebahasaan yang memungkinkannya dapat menjaga bahasanya dari kesalahan.

2.      Menumbuh kembangkan pendidikan intelektual dan membawa mereka berfikir logis dan dapat membedakan antara struktur (tarakib), ibarat, kata, dan kalimat.

3.      Membiasakan peserta didik cermat dalam pengamatan, perbandingan, analogi, dan penyimpulan kaidah dan mengembangkan rasa bahasa dan sastra (al-dzauq al-adabi) karena kajian nahwu di dasarkan atas analisis lafadz, ungkapan, uslub (gaya bahasa) dan pembedaan antara kalimat yang salah dan yang benar.

4.      Melatih peserta didik agar mampu menirukan dan mencontoh kalimat uslub (gaya bahasa) ungkapan dan performa kebahasaan secara benar, serta mampu menilai performa lisan maupun tulisan yang salah menurut kaidah yang baik dan benar.

5.      Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memahami apa yang didengar isi pembicaraan dan yang tertulis isi bacaan.

6.      Membantu peserta didik agar benar dalam membaca, berbicara dan menulis atau mampu menggunakan bahasa Arab lisan dan tulisan secara baik dan benar.[10]

Kesimpulannya tujuan pembelajaran qawaid adalah mengenalkan dan membiasakan peserta didik menggunakan kaidah kaidah nahwiyyah dan sharfiyyah secara tepat sehingga terhindar dari kesalahan lisan, kesalahan membaca dan kesalahan dalam berekspresi.

                     Metode Pengajaran Qawaid


Adapun metode pembelajaran qawaid adalah sebagai berikut:

1)   Guru hendaknya banyak memberikan contoh-contoh dari materi yang di bahas, agar pengajaran tidak membosankan dan dapat memudahkan pengertian anak didik.

2)   Pada contoh-contoh yang di berikan itu, hendaklah di tulis di papan tulis dan menjelaskan maksud dan pengertiannya.

3)   Pada saat guru menjelaskan maksud dan pengertian materi pelajaran Nahwu Sharaf, pengertian siswa penuh terpusat kepada materi.

        Nahwul Wadih karangan Ali-Jarim dan Mustafa Amin dapat dijadikan rujukan metodologis dalam pembelajaran Nahwu, sistematika buku ini di awali dari penentuan tema selanjutnya contoh, analisa contoh,penyimpulan kaidah dan di akhiri dengan latihan latihan yang sangat improvitatif[11].




[1] Depdiknas, KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 811
[2] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Belajar, (Bandung: Remaja Rosda Karya 2009), hal. 22-23 
[3] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Bahasa Arab-Indonesia,(Surabaya Pustaka Progresif, 1997),hal. 1138
[4] Syekh Mustafa Ai-Ghulayaini, Tarjamah Jami’ud Durusil Arabiyyah,(Semarang: CV Asy-Syifa, 1991), hal. 15                              
[5] Mustafa Al-Ghalayain, Jami Al-Durus Al-Arabiyyah, (Beirut: Dar Al-Alamiyyah, 2009), hal. 7 
[6] Mustafa al ghalayain, Jami al- Durus al- Arabiyyah, (Beirut: Dar al- khotob al- Alamiyyah 2009),hal. 8
[7] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Bahasa Arab-Indonesia,(Surabaya Pustaka Progresif, 1997),hal. 774
[8]Ahmad Fauzan Zein Muhammad, al-Qawaid al-Shorfiyyah,(Kudus:Menara Kudus,tt),hal.2
[9] Mustafa al ghalayain, Jami al- Durus al- Arabiyyah, (Beirut: Dar al- khotob al- Alamiyyah 2009),hal. 8
[10] Muhbib Abdul Wahab, Epistemologi dan Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab ,(Jakarta selatan: lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), hal. 174
[11] Ahmad Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: Humaniora, 2011). Cet I H.150



Baca Juga

Bagikan Artikel



Komentar